Home Gaya Hidup Benteng Keraton Rp4,8 M Dinilai Jadi Cagar Budaya Palsu

Benteng Keraton Rp4,8 M Dinilai Jadi Cagar Budaya Palsu

Yogyakarta, Gatra.com - Pembangunan benteng di sudut Keraton Yogyakarta, Pojok Beteng Lor Wetan, berbiaya Rp4,8 miliar dinilai tak sesuai kaidah ilmiah dan cenderung menjadi cagar budaya palsu untuk melayani industri wisata.

“Proses pembangunan Jokteng tersebut dipaksakan karena secara ilmiah tidak ada bukti otentik tentang bentuk Jokteng yang sudah hancur sejak 200 tahun lalu,” tutur pemerhati pelestarian cagar budaya Elanto Wijoyono kepada Gatra.com, Jumat (24/7).

Proyek di bekas sudut benteng sisi utara-timur Keraton ini bagian dari revitalisasi bangunan Keraton Yogyakarta. Bangunan ini hancur pada 1812 saat Yogyakarta diserang tentara Inggris dalam peristiwa yang dikenal sebagai Geger Sepehi.

Akibatnya, saat ini hanya ada tiga Pojok Beteng atau Jokteng di sudut Keraton Yogyakarta. Tahun ini, Pemda DIY dan Keraton membangun kembali bangunan yang akan diberi nama Jokteng Lor Wetan itu. Kontrak pembangunannya selesai pada Jumat (24/7) ini.

Menurutnya, Pemda DIY lebih baik fokus meningkatkan kualitas pemeliharaan dan pelestarian cagar budaya yang sudah ada. “Daripada habiskan anggaran membangun bentuk-bentuk baru yang diaku sebagai cagar budaya tapi palsu,” ujarnya.

Apalagi benteng tersebut dibangun oleh hibah Dana Keistimewaan dari Pemda DIY ke Keraton Yogyakarta senilai Rp4,8 miliar. “Jumlah danais yg besar itu dikhawatirkan justru lebih banyak digunakan untuk bersolek daripada berbenah,” kata dia.

Padahal tantangan pelestarian terhadap bangunan warisan budaya dan bangunan cagar budaya di DIY sangat berat seiring makin pesatnya pembangunan. Namun, menurut Elanto, visi pembangunan DIY justru diarahkan untuk membangun industri wisata.

“Alih-alih jalankan upaya menanggulangi ketimpangan sosial, pemda justru lebih prioritas pada proyek-proyek fisik yang lebih memfasilitasi kepentingan industri wisata padat modal,” tuturnya.

Sebelumnya Kepala Dinas Kebudayaan DIY Aris Eko Nugroho menjelaskan anggaran proyek Rp4,8 miliar berasal dari Dana Keistimewaan atau danais yang khusus diberikan pemerintah pusat ke Pemda DIY. Danais dikucurkan oleh Pemda DIY ke Keraton Yogyakarta dalam bentuk hibah.

Menurut Aris, Keraton Yogyakarta yang melalukan lelang proyek. “Ini berupa hibah uang untuk Keraton. Mekanismenya tetap lewat pengadaan barang dan jasa. Di Keraton, ada petunjuk teknis tentang pengadaan barang,” tuturnya.

Selain proyek benteng ini, dua proyek lain juga dibiayai hibah dari danais, yakni perbaikan Masjid Gede Kauman senilai Rp2,6 miliar dan pendirian pagar di Alun-alun Utara sebesar Rp2,3 miliar.

Proyek pagar dan Pojok Beteng berakhir pada akhir Juli ini, sedangkan rehabilitasi Masjid Gede pada medio Agustus 2020. “Ketiganya dilelang keraton. Total dana hibah danais terakhir (2020) sekitar Rp76 miliar untuk Keraton dan Rp24 miliar untuk Pura Paku Alaman,” tutur Aris.

15000