Mataram, Gatra.com- Pertarungan merebut kursi Ketua DPD Partai Golkar Provinsi NTB diprediksi akan semakin seru. Dua calon kuat, masing-masing HM Suhaili FT yang kini Bupati Lombok Tengah bersama H Ahyar Walikota Mataram saat ini dipastikan akan bertarung head to head, dengan peluang dan kekuatan yang dipegang masing-masing. Baik Suhaili dan Ahyar sama-sama didukung h DPP Golkar. Hanya saja Suhaili masih disukai oleh kader-kader dan ketua DPD II Partai Golkar.
Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram Dr Kadri mengatakan, dengan peta pertarungan seperti itu, maka peluang peta pertarungan jelang Musda DPD Partai Golkar NTB semakin menarik untuk didiskusikan, apalagi Partai Golkar adalah pemenang Pemilu di NTB.
"Karena itu tidak heran bila banyak orang menaruh perhatian dan penasaran untuk menunggu siapa sesunguhnya yang akan menahkodai Partai Golkar NTB untuk lima tahun mendatang," demikian Kadri di Mataram, Jumat (24/7).
Kadri menilai, perkembangan politik jelang Musda Golkar begitu cair dan dinamis, sehingga perdiksi dan analisis pun perlu disesuaikan. Suhaili dan Ahyar Abduh tetap menjadi dua kandidat yang kuat. Berdasarkan perkembangan situasi politik internal Partai Golkar dan atas pertimbangan masa depan Partai Golkar di NTB, Kadri memaparkan beberapa pandangan terkait dengan peluang, kelebihan, dan kekuarangan kedua kandidat ketua Partai Golkar NTB tersebut.
Kadri menganalisa, peluang Suhaili masih besar karena Bupati Lombok Tengah tersebut didukung sebagian besar pemilik suara. “Apalagi saat ini DPP Partai Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto selalu mendorong proses demokratisasi di partainya, termasuk dalam proses pemilihan ketua Golkar di tingkat daerah dengan tetap meletakkan konstitusi partai sebagai pedoman dasar dalam memilih ketua partai. Konsistensi sikap Pak Airlangga ini patut di apresiasi kerena Golkar memberikan contoh membangun proses demokrasi di partai politik," ujarnya.
Dikatakan Kadri, bila benar dukungan DPP pada Ahyar untuk memimpin Golkar NTB, maka dukungan itu bukan tanpa syarat. Syarat tersebut harus bisa mengkonsolidasikan suara DPD II Golkar sebagai pemilik suara, minimal 30 %, dan dukungan ini yang saya kira masih menjadi kendala besar bagi Pak Ahyar," katanya.
Ia menyatakan, kedua kader Golkar ini memiliki pengalaman panjang di partai berlambang pohon beringin tersebut. Namun sejauh ini militansi Suhaili masih di atas Ahyar, karena Ahyar pernah memiliki beberapa catatan yang membuat kadar militansi dan ketaatannya pada partai berkurang.
Kadri menyebut, walikota Mataram dua periode tersebut pernah memilih jalan yang berbeda dari dukungan partai Golkar saat maju sebagai Calon Gubernur NTB tahun 2018. Kedua tokoh Golkar NTB ini dinilai sukses mengantarkan kemenangan Golkar di wilayah kekuasaannya, seperti Ahyar di Kota Mataram dan Suhaili di Lombok Tengah. Namun bila melihat basis massa keduanya, Suhaili masih unggul karena memiliki basis ormas yang riil.
"Hal inilah yang tidak dimiliki oleh Ahyar. Artinya, di saat keduanya tidak lagi menjabat sebagai kepala daerah, maka kekuatan ormas ini tetap memberi efek elektoral yang kongkrit bagi partai yang dipimpinnya," katanya.
Kadri menandaskan, dalam konteks inilah masa depan Partai Golkar di NTB masih lebih cerah di bawah kepemimpinan Suhaili dibandingkan dengan kemudi Partai berlambang pohon beringin NTB ini dipegang oleh Ahyar Abduh. Ahyar Abduh juga tercatat memiliki saudara yang memimpin Partai Politik lain. “Karenanya hal ini juga menjadi problem,” kata Kadri.