Yogyakarta, Gatra.com - Diskusi daring soal sawit rakyat yang digelar dari Daerah Istimewa Yogyakarta diretas pihak yang tak bertanggungjawab. Tampilan diskusi dikuasai pihak lain bahkan diisi materi porno.
Diskusi ‘Sawit Rakyat dalam Kawasan Hutan: Maslahah atau Masalah’ itu digelar lembaga kajian hukum dan kebijakan dari Yogyakarta, HICON Law and Policy Strategies, melalui aplikasi Zoom, Kamis (23/7).
Diskusi itu menghadirkan pembicara Deputi II Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Perekonomian Musdhalifah Machmud, anggota DPR RI Komisi IV Daniel Johan, dan Direktur Eksekutif Sawit Watch Andi Inda Fatinaware.
Di tengah diskusi, aksi peretasan terjadi. “Diskusi sudah setengah jalan. Tepatnya pas narasumber kedua menyampaikan materinya,” kata Direktur HICON Hifdzil Alim selaku moderator diskusi saat dihubungi Gatra.com, Jumat (24/7).
Menurut Hifdzil, aksi serangan siber itu berupa mengganti tuan rumah diskusi dari HICON ke pelaku, memasukkan cyber army, hingga membajak acara tersebut. Presentasi narasumber pun dicoret-coret. Pelaku juga memasukkan konten porno ke acara. “Dengan berat hati, acara terpaksa dihentikan,” kata dia.
Hifdzil enggan menduga pelaku serangan siber ini. Namun pihaknya akan mengambil tindak lanjut atas aksi peretasan ini, termasuk via jalur hukum. "Akan kami follow up," ujarnya.
Sebelum diskusi, Hidzil bersama HICON mengkritik soal pengelolaan kebun sawit yang kerap merugikan rakyat. Mengacu data Fakultas Kehutanan UGM, Hifdzil menyebut 2,8 juta hektar kebun sawit di kawasan hutan, 35 persen dikuasai oleh masyarakat dan 65 persen dikuasai oleh pengusaha.
HICON juga mencatat, merujuk data Konsorsium Pembaruan Agraria terdapat 410 konflik agraria pada 2018, termasuk 144 kasus di sektor perkebunan. Dari angka tersebut, 83 kasus atau 60 persen melibatkan perkebunan kelapa sawit.
Menurut Hifdzil, produktivitas sawit rakyat masih jauh di bawah sawit perusahaan negara dan swasta. Setiap tahun produksi sawit petani hanya 3,1 ton hektar, sedangkan dari negara 3,8 ton dan swasta 3,9 ton.
“Perbandingkan tersebut merupakan bukti bahwa rakyat petani kelapa sawit tidak hanya menghadapi permasalahan sengketa lahan, tetapi juga legalitas usaha, serta produktivitas sawit yang juga cukup rendah,” tutur Hifdzil.
Selain itu, ketika hasil sawit berupa tandan buah segar dijual di pasaran, petani tidak memiliki kemampuan untuk menentukan harga. Kondisi petani kelapa sawit diperparah dengan program subsidi biodiesel yang hanya menguntungkan pengusaha. “Rakyat petani kelapa sawit semakin terjepit,” katanya.
Atas kondisi itu, HICON mendorong pemerintah untuk membenahi tata kelola perizinan perkebunan sawit untuk mencegah konflik lahan di sektor perkebunan kelapa sawit.
Selain itu, pemerintah diminta menyelaraskan penerapan regulasi dan kebijakan sektor sawit untuk menghindari pertentangan kewenangan dan tumpang tindih kebijakan.
“Tak lupa, merumuskan alternatif penyelesaian sawit rakyat dalam kawasan hutan guna melindungi rakyat petani kelapa sawit,” kata dia.