Jakarta, Gatra.com - Pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie menilai, pembahasan omnibus law atau Undang-undang (UU) sapu jagad berpotensi melanggar demokrasi. Sebab, pembahasan omnibus law di tengah pandemi Covid-19 ini, membuat partisipasi masyarakat secara substantif tidak maksimal.
"Ini mengurangi demokrasi. Mengurangi kualitas demokrasi. Karena, tiba-tiba peranan legislator yang dipilih oleh rakyat bisa diterabas," ujar dia dalam Webinar Penerapan Omnibus Law di Imdonesia, Rabu (22/7) malam.
Terlebih, dengan banyaknya undang-undang yang diperbaiki dalam satu legislasi ini. Selain itu, substansi peraturan yang terdapat di dalam omnibus law juga terlalu tebal, bahkan menyangkut hal-hal yang tidak berkaitan satu sama lain. "Jadi ini terlalu tebal, karena semua undang-undang mau diperbaiki," imbuh Jimly.
Akibat terlalu gemuknya aturan yang dimasukkan ke dalam omnibus law, membuat perdebatan di parlemen menjadi kurang substantif. Itu lah yang kemudian membuat masyarakat kurang puas terhadap pembahasan UU sapu jagad.
Atas dasar itu, Jimly menyarankan, agar pemerintah kembali mereview undang-undang yang ingin diperbaiki di dalam omnibus law secara menyeluruh. Selanjutnya, pemerintah juga harus memastikan hasil review itu, sebelum pembahasan omnibus law dibawa ke parlemen secara resmi. "Itu harus disosialisasikan secara luas, sehingga partisipasi publik itu eksostik. Karena dampaknya sangat besar," tegas dia.