Sektor pertanian siap masuki new normal. Sejumlah strategi disiapkan Kementan untuk memastikan akses dan ketersediaan pangan. Nasib petani dan nelayan perlu diperhatikan.
New Normal atau tatanan kenormalan baru kini menjadi keniscayaan. Apalagi, belum dapat dipastikan kapan pandemi Covid-19 akan hengkang. Karena itulah, agar perekonomian kembali bergeliat, siap tak siap berbagai sektor ekonomi harus menerapkan new normal. Di Indonesia, tidak semua sektor bisa langsung menerapkan normal baru. Penerapannya dilakukan bertahap dengan persyaratan ketat. Satu di antara sektor ekonomi yang diberi lampu hijau oleh pemerintah untuk dapat segera mulai memasuki masa transisi normal baru adalah sektor pertanian.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengungkapkan, masyarakat di sektor pertanian harus segera beradaptasi dengan segala hal baru. “Salah satunya mengenai strategi penyediaan bahan pangan yang harus disinergikan dengan protokol kesehatan saat ini,” ujar menteri yang akrab disapa SYL ini dalam diskusi webinar dengan tema "Strategi Ketahanan Pangan di Era New Normal Pandemi Covid-19" pada Selasa, 9 Juni lalu.
Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA), Winarno Tohir, menjelaskan bahwa para petani kemungkinan tidak akan banyak menemui kesulitan saat menjalani era new normal. Termasuk harus mematuhi protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19, dengan menjaga jarak saat beraktivitas di sawah atau kebun. “Kalau di lapangan tidak ada masalah, petani pasti bisa menjaga jarak,” kata Winarno kepada Wahyu dari Gatra review
Namun, Winarno melanjutkan, yang paling ditakutkan petani di era New Normal adalah ancaman musim kemarau dalam waktu panjang. “Sesuai dengan ramalan BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika), tahun 2020 akan ada kemarau panjang yang lebih kering. Kalau ini terjadi pasti akan berpengaruh pada produksi," ujarnya. Untuk itu Winarno berharap pemerintah dapat terus mencukupi sarana produksi petani seperti ketersediaan benih dan pupuk bersubsidi. “Perlu ditambah [pupuk subsidi] karena diperkirakan bulan Otober 2020 akan habis,” ia menerangkan.
Kekhawatiran lainnya datang dari Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (Food and Agriculture Organization/FAO), yang memprediksi akan terjadi krisis pangan global gegara pandemi Covid-19. Menurut Winarno, prediksi ini mungkin saja akan terjadi di Indonesia. Apalagi Indonesia masih tergantung dengan komoditas pangan dari negara lain seperti bawang putih, gandum dan kedelai. “Di saat krisis, tentu mereka lebih mementingkan mencukupi negaranya, sebelum dikirim ke negara lain. Kita harus bersiap diri untuk menghadapi hal semacam itu," ucapnya.
Stimulus Petani dan Nelayan
Nasib petani dan nelayan dibahas khusus dalam rapat terbatas (ratas) di Istana Merdeka, Jakarta, pada Kamis, 28 Mei lalu. Ratas yang dipimpin Presiden Joko Widodo ini menelurkan empat insentif atau stimulus bagi petani dan nelayan. Pertama, stimulus diberikan melalui program jaring pengaman sosial. “Pastikan 2,7 [juta] petani dan buruh tani miskin dan 1 juta nelayan dan petambak harus masuk dalam program bantuan sosial yang kita adakan,” sebut Jokowi melalui video conference dirilis situs setkab.go.id.
Berikutnya stimulus kedua diberikan melalui program subsidi bunga kredit. Pemerintah siap mengelontorkan Rp 34 triliun untuk merelaksasi pembayaran angsuran dan pemberian kredit. Di antaranya melalui KUR (Kredit Usaha Rakyat), Mekaar (Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera), UMi (Ultra Mikro), Pegadaian, dan melalui perusahaan pembiayaan lainnya. Juga penundaan angsuran dan subsidi kepada penerima bantuan permodalan yang dilakukan oleh beberapa kementerian, seperti LPMUKP (Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan), CPCL (Calon Petani Calon Lokasi), dan lainnya.
Ketiga, stimulus berupa modal kerja. “Ini juga penting sekali bagi usaha pertanian, bagi usaha kelautan dan perikanan,” kata Jokowi. Bagi petani dan nelayan yang bankable, penyalurannya melalui perluasan program KUR. Sedangkan yang tidak bankable, penyalurannya dapat melalui UMi, Mekaar, dan skema program yang lainnya. “Saya minta ini prosedurnya dipermudah, aksesnya dipermudah, prosedurnya dibuat sederhana, tidak berbelit-belit, sehingga petani, nelayan, petambak kita bisa memperoleh dana-dana yang dibutuhkan,” Jokowi menjelaskan.
Stimulus keempat, yakni instrumen bantuan non-fiskal. Menurut Jokowi, melalui kebijakan kelancaran supply chain, diharapkan usaha pertanian dan perikanan dapat berjalan lebih baik. Bantuan ini berupa ketersediaan bibit, pupuk dan alat-alat produksi bagi petani dan nelayan. “Saya kira [bantuan non-fiskal] ini sudah kita berikan beberapa tahun yang lalu,” ujar Jokowi.
Memaksimalkan Momentum New Normal
Selama pandemi Covid-19 hingga memasuki era normal baru, sektor pertanian menjadi perhatian serius pemerintah. Kepala Biro Humas Kementerian Pertanian (Kementan), Kuntoro Boga Ardi, mengungkapkan bahwa new normal menjadi momentum untuk kembali menggeliatkan sektor pertanian dalam arti luas. Dengan begitu diharapkan perekonomian masyarakat bisa bangkit. “New normal dapat menjadi momentum untuk mengembangkan pola bisnis pertanian yang lebih mumpuni,” kata Boga kepada Gatra review di Jakarta.
Dalam konteks penyangga perekonomian negara, kontribusi sektor pertanian sudah tidak diragukan lagi. Boga menjelaskan, ditengah perlambatan semua aspek ekonomi akibat pandemi, ekspor produk pertanian justru menunjukkan kinerja baik dan surplus. Menurut rillis BPS (Badan Pusat Statistik), selama Januari-April 2020, nilai ekspor pertanian meningkat 16,9% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019.
Surplus perdagangan produk pertanian selama Januari-April 2020 juga meningkat signifikan, yaitu 32,96%. “Fakta tersebut turut membangun optimisme para pelaku di bidang pertanian, bahwa kebijakan new normal akan memperkuat peranan sektor pertanian sebagai backbone-nya perekonomian negara,” kata Boga.
Ada sejumlah strategi dari Kementan untuk memastikan akses dan ketersediaan pangan bagi 267 juta orang terpenuhi. Agar pelaku pertanian dapat segera beradaptasi dan mampu bebenah di era new normal, Kementan melakukan perubahan postur anggaran atau refocusing anggaran pada penguatan produksi dan kesejahteraan petani. “Sebagian besar dana digunakan untuk bantuan sarana produksi pertanian, pengamanan ketersedian pangan, padat karya, hingga social safety net jangka pendek,” ujar Boga.
Untuk penguatan permodalan bagi petani, pemerintah menyiapkan skema dukungan permodalan melalui Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A). Dukungan pemodalan ini disinergikan dengan KUR dari perbankan. Alokasi KUR untuk pertanian di tahun 2020 mencapai Rp50 triliun dari total KUR yang jumlahnya Rp 190 triliun. “Sampai pertengahan Mei, serapan KUR yang sudah disalurkan untuk pertanian mencapai Rp17 triliun, artinya upaya ini direspons positif oleh petani,” ujar Boga.
Berbagai stimulus itu, Boga melanjutkan, diharapkan dapat memicu semangat petani untuk terus berproduksi dan menghasilkan pangan. Jika produksi aman maka ketahanan pangan masyarakat pun seharusnya dapat lebih mudah untuk dijaga. Boga menyontohkan ketersediaan stok beras. Diperkirakan hingga akhir Desember 2020 stok beras nasional masih akan tersedia sebanyak 4,7 juta ton. “Percepatan tanam padi 5,6 juta hektare pada musim tanam kedua di 33 provinsi telah digulirkan,” ujarnya.
Dalam percepatan musim tanam kedua ini, pemerintah menargetkan mampu menghasilkan beras sebesar 15 juta ton pada Juli- Desember 2020. Begitupun dengan komoditas strategis lainnya, seperti cabai yang sejak April lalu di sejumlah wilayah sentra sudah mulai panen. Diperkirakan panen cabai tetap terjadi hingga Juli mendatang. Di saat bersamaan juga akan terjadi panen tebu dan komoditas pangan lainnya. “Tinggal bagaimana tata kelola distribusi dan rantai pasok untuk manjaga harga yang baik di tingkat petani maupun konsumen,” ucap Boga.
Tak itu saja, Kementan juga memiliki beberapa program alternatif untuk mengamankan pangan. Di antaranya optimalisasi lahan rawa yang ada di luar jawa. Menurut Boga program ini diharapkan dapat segera memberikan tambahan produksi pangan baru di era New Normal. Selain itu, Kementan juga memperkuat gerakan diversifikasi pangan di masyarakat. Di antaranya melalui program pemanfaatan perkarangan rumah atau P2L (Pekarangan Pangan Lestari).
Lalu, ada pula program memperkuat penganekaragaman pangan. Saat ini, ungkap Boga, konsumsi karbohidrat masyarakat didominasi padi-padian. Padahal potensi sumber daya pangan yang bisa menjadi sumber karbonhidrat cukup berlimpah. Contohnya, umbi-umbian, jagung, dan sorgum. “Jika potensi tersebut dikelola dengan baik, keanekaragaman pangan lokal yang kita miliki dipastikan dapat mencukupi kebutuhan masyarakat dalam segala kondisi,” Boga menguraikan.
Selain program sektor pertanian yang dilaksanakan oleh Kementan, menurut Boga, pemerintah menyiapkan bantuan bagi 2,76 juta petani miskin. Bentuk bantuannya berupa dana tunai Rp600.000 per orang per bulan selama tiga bulan. Rinciannya Rp 300.000 untuk kebutuhan petani dan Rp300,000 untuk membeli sarana produksi. "Seperti benih, pupuk, pestisida, dan lainnya," terang Boga.