Yogyakarta, Gatra.com - Pandemi Covid-19 belum mencapai puncak di Indonesia. Penularan diprediksi masih terus terjadi di berbagai daerah. Kondisi ini buah dari pemerintah yang tak tegas mengambil kebijakan dan masyarakat yang tak disiplin.
“Kurva Covid-19 Indonesia belum sampai puncak. Puncaknya belum tercapai. Kapan turun masih sulit diprediksi. Satu kasus masih menulari satu,” ujar Rektor Universitas Alma Ata, Daerah Istimewa Yogyakarta, sekaligus epidemiolog Hamam Hadi, Senin malam (20/7).
Hadi berbicara di di seminar daring ‘Indonesia Melampaui China dalam Kasus Covid-19: Mencari Solusi Bersama Masyarakat Mengakhiri Pandemi Ini’. Acara gelaran Akademi Al Hikmah dan Baznas Kota Yogyakarta menghadirkan pembicara sejumlah akademisi dari Yogyakarta dan tokoh nasional seperti Jusuf Kalla dan Sudirman Said.
Hadi menjelaskan, kasus positif dan rerata penularan itu sempat turun. Saat ini kasus konfirmasi positif Covid-19 naik. “Memang benar karena testingnya naik, tapi tidak diikuti dengan positivity rate yang turun, justru stabil di 12 persen sejak Mei. Maknanya, tingkat penularan belum turun,” ujarnya.
Hadi mengatakan pemeriksaaan spesimen, pelacakan kontak, dan penanganan atau tes, tracing, dan treatment kasus Covid-19 Indonesia memang membaik.
Namun kasus di sejumlah daerah menunjukkan tren meningkat dan perlu waspadai. Sejumlah daerah itu antara lain Aceh, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Bali, Sulawesi Selatan, Gorontalo, dan Papua. "Jawa Tengah apalagi, sangat tajam," kata dia.
Hadi membandingkan kondisi Indonesia dengan Amerika Serikat. Kasus AS kini mencapai 50 ribu per hari dan terjadi peningkatan di wilayah berbeda. Meski sempat menurun, AS mengalami gelombang kedua Covid-19.
“Di Indonesia, awalnya dulu (kenaikan kasus) di Jakarta dan sekarang pindah Jatim. Tak menutup kemungkinan kalau tak ada upaya lebih serius, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan adalah daerah berikutnya yang melambung lebih tinggi,” tuturnya.
Kasus Covid-19 sebenarnya pernah menunjukkan landai akhir April. Namun tren itu gagal berlanjut karena pemerintah meluncurkan banyak pelonggaran aturan. “Jabodetabek mau turun naik lagi. DIY 3 Juni hampir landai, tapi sekarang berubah lagi,” kata dia. DIY mencapai rekor kasus harian 16 kasus, Minggu (19/7).
Menurut dia, langkah penanganan Covid-19 pemerintah terlambat dimulai, tapi berganti secara cepat saat belum ada perubahan kondisi. “Mulainya terlambat, mengakhiri lebih cepat,” kata dia.
Untuk itu, ia mendorong pemerintah meningkatkan lagi tes Covid-19 dan mengambil kebijakan responsif atas tren kasus. “Daerah tak perlu malu-malu cepat mengubah policy,” ujarnya.
Kondisi ini berbeda dengan sejumlah negara. Korea Selatan, Jepang, dan Taiwan tergolong memiliki masyarakat yang disiplin. Adapun Thailand, Vietnam, dan Malaysia perlu dikawal oleh pemerintah. “Kalau Indonesia, masyarakat kurang disiplin, pembuat kebijakan belum tegas,” ujarnya.