Siak, Gatra.com - Menjelang HUT ke-60 Adhyaksa yang jatuh pada 22 Juli 2020, Kejaksaan Negeri (Kejari) Siak, Provinsi Riau mengambil langkah kontroversial dengan menghentikan dugaan korupsi proyek pengelolaan dan penanganan persampahan di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Siak tahun anggaran 2018.
"Setelah berkoordinasi dengan Inspektorat Siak, dan terduga sudah mengembalikan kerugian negara Rp237 juta, maka kasus ini kita hentikan. Bukan di SP3 ya, sebab kita belum menetapkan tersangkanya," kata Kajari Siak Aliansyah saat konferensi pers di Kantor Kejari Siak, Senin (20/7).
Dikatakan Kajari, kasus ini bermula saat adanya laporan dari masyarakat terkait dugaan korupsi di DLH Siak. Atas laporan itu, kejaksaan mulai melakukan penyelidikan dengan memanggil sejumlah saksi untuk dimintai keterangan.
Disaat bersamaan, Kejari juga melakukan koordinasi dengan Pemkab Siak melalui Kepala Inspektorat untuk menelusuri dugaan korupsi tersebut.
"Setelah beberapa bulan kasus ini didalami, dan dilakukan audit oleh Inspektorat, ternyata sejumlah pejabat di DLH Siak yang ikut terlibat mengakui kelalaiannya. Kemudian, temuan kerugian negara Rp237 juta berdasarkan audit Inspektorat itu, juga sudah dikembalikan. Karena kerugian negara sudah dikembalikan, maka kasus ini kita hentikan," jelas Kajari.
Kepala Inspektorat Siak Faly Wurendarasto yang ikut konferensi pers menjabarkan hasil audit yang dilakukan timnya untuk mengungkap dugaan korupsi di DLH tersebut. Setelah dilakukan investigasi dan audit internal, ternyata ditemukan kerugian negara sebesar Rp237 juta.
Selanjutnya, tim Inspektorat menyarankan kepada pejabat di DLH Siak agar mengembalikan kerugian negara itu.
"Mereka menyanggupi, dan sudah mengembalikan uang sebesar Rp237 juta. Kemudian, kita sampaikan ke Kejari Siak terkait pengembalian uang itu," papar Faly.
Kepala Seksi (Kasi) Intel Beni Yarbert menambahkan, selama dilakukan penyelidikan sudah dipanggil 5 orang pejabat di DLH Siak dan 2 orang pihak rekanan. Beni mengakui, pihaknya sudah memiliki dua alat bukti guna mengungkap kasus itu.
"Pengguna anggaran atau kepala dinas, PPTK, bendahara, kabid, kasi di DLH dan 2 rekanan sudah kita panggil. Kasus ini masih tahap penyelidikan, belum naik ke tingkat penyidikan. Artinya, belum ada tersangka yang ditetapkan," jelasnya.
Pernyataan Kajari Siak, Kepala Inspektorat dan Kasi Intel itu mengejutkan sejumlah wartawan yang ikut menghadiri konferensi pers. Pasalnya, kasus ini sudah berbulan-bulan ditangani Kejari Siak. Bahkan, kerugian negara dalam kasus ini cukup besar.
Silih berganti, wartawan memberikan pertanyaan kepada Kajari dan Inspektorat, namun Kejari tetap menyimpulkan bahwa kasus itu dihentikan.
"Keputusan ini sudah sesuai aturan. Kita bekerja sesuai aturan yang berlaku. Jadi, tak ada masalah dengan penghentian kasus dugaan korupsi ini," tegas Kajari.
Seperti diberitakan, dugaan korupsi proyek pengelolaan dan penanganan persampahan di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Siak tahun anggaran 2018 merugikan negara ratusan juta rupiah.
Kegiatan yang nilainya Rp2,6 miliar lebih itu dipecah beberapa paket, seperti belanja tanah timbun untuk landfill Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah sebesar Rp180 juta dan belanja tanah timbun untuk landfill TPA Tualang Rp125 juta.
Dalam laporan dugaan korupsi oleh kantor hukum Ahmad dan Partner kepada DLH Siak itu, adalah Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) tidak melakukan pengadaan langsung untuk paket kegiatan tersebut, melainkan PPTK yang menjabat saat itu adalah Tamzil yang mengerjakan proyek itu tanpa melibatkan rekanan.
Seharusnya, secara aturan pada Perpres Nomor 16 Tahun 2018, pengadaan langsung harusnya dilakukan untuk barang/jasa yang nilai kontraknya di bawah Rp200 juta.
"Ini sudah kami laporkan ke Kejari Siak dan ditembuskan ke KPK," kata Ahmad, tim advokat sebagai pelapor kepada media, beberapa waktu lalu.