Home Hukum PN Jaksel Diminta Nyatakan Tak Dapat Menerima PK Djoker

PN Jaksel Diminta Nyatakan Tak Dapat Menerima PK Djoker

Jakarta, Gatra.com - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menyatakan tidak dapat menerima permohonan peninjauan kembai (PK) yang diajukan buronan perkara korupsi hak tagih (cesie) Bank Bali, Joko Djoko Soegiarto Tjandra atau Djoko Soegiarto Tjandra (Djoker).

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, di Jakarta, Senin (20/7), menyampaikan, pihaknya menyampaikan permohonan tersebut melalui amicus curae (sahabat peradilan) yang diserahkan kepada ketua PN Jaksel pada hari ini.

MAKI memohon agar PN Jaksel menyatakan demikian karena permohonan PK yang diajukan Joko Soegiarto Tjandra atau Joko Soegiarto Tjandra atau kerap disebut Djoker tidak dapat diterima prosedurnya dikarenakan tidak memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing)-nya.

Adapun dalil hukum yang diajukan MAKI, yakni sesuai Pasal 263 Ayat (1) KUHAP, yang berhak mengajukan permohonan PK adalah terpidana atau ahli warisnya. Djoker belum berhak mengajukan PK karena belum pernah dieksekusi untuk menjalani hukuman 2 tahun penjara untuk melaksanakan putusan PK yang dikeluarkan Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2009.

"Joko Soegiarto Tjandra [Djoko Soegiarto Tjandra] belum berhak mengajukan Peninjauan Kembali dikarenakan belum memenuhi kriteria 'Terpidana'," katanya.

Menurut Boyamin, kriteria "Terpidana" berdasar Pasal 1 Ayat (32) KUHAP berbunyi: Terpidana adalah seorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

"Dengan demikian sangat jelas 'Terpidana' adalah orang yang telah dipidana, maknanya cukup jelas tidak perlu penafsiran yaitu 'mengandung maksud telah menjalani pidananya yaitu masuk penjara sesuai putusan inkracht'," ujarnya.

Dengan demikian, lanjut Boyamin, dikarenakan Joko Soegiarto Tjandra saat ini buron dan belum menjalani hukuman penjara selama 2 tahun, maka pengajuan PK-nya tidak memenuhi persyaratan formil (legal standing), sehingga sudah seharusnya PK aquo dihentikan prosesnya dan tidak diteruskan pengiriman berkas perkaranya ke MA.

"Bahwa berdasar keterangan Dirjen Imigrasi, Joko Soegiarto Tjandra tidak pernah masuk sistem perlintasan pos poin Imigrasi sehingga secara hukum (de jure) Joko Soegiarto Tjandra (JST) tidak pernah berada di Indonesia," katanya.

Sedangkan secara hukum, JST dinyatakan buron akibat kabur ke luar negeri pada tahun 2009. Dengan demikian, orang yang mengaku Joko Soegiarto Tjandra pada saat mendaftakan PK di PN Jaksel pada 8 Juni 2020 haruslah dianggap tidak pernah ada di Indonesia atau "hantu blau" dan proses pendaftarannya haruslah dinyatakan tidak memenuhi persyaratan.

"Berdasarkan uraian tersebut di atas, kami meminta kepada ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk tidak meneruskan berkas perkara permohonan PK kepada MA dan mencukupkan prosesnya untuk diarsip dalam sistem Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," ujarnya.

333