Jakarta, Gatra.com - Pasca dikabulkannya gugatan 32 anggota Kesatuan Tour Travel haji Umrah Republik Indonesia (KESTHURI) Oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas Surat Keputusan Direktur Jenderal Penyelenggaraan haji dan Umroh NomAr 323 Tahun 2019 Tentang Pedoman Pendaftaran Jemaah Umrah, KESTHURI mengatakan bahwa otomatis Sistem Pengelolaan Haji Khusus (SISKOPATUH) batal dan tidak dapat lagi diberlakukan dalam penyelenggaraan umrah.
Disampaikan Kuasa Hukum KESTHURI, Hermansyah, gugatan yang dilayangkan pihaknya menyangkut substansi pada SK 323/SISKOPATUH yang bertentangan dengan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku yaitu pada UU Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, serta bertentangan dengan asas-asas umum Pemerintahan yang baik. Menurutnya hal-hal yang diatur dalam SK tersebut sejatinya merugikan bagi penyelenggara umrah dan atau jemaah yang hendak melaksanakan ibadah umrah.
“Pertama, setoran awal jelas tidak bisa ditentukan hanya 10 Juta, tapi tergantung kesepakatan jemaah dan PPIU. Ini juga harus melihat fakrtor sosiologis di Masyarakat, sebab tidak semua jemaah langsung bisa menyetor 10 juta,” Kata Hermansyah saat konferensi Pers di Jakarta, Jumat (17/7).
Selain itu substansi yang bertentangan lainnya, disampaikan Hermansyah, ada pada cicilan pembayaran yang hanya 3 kali, penarikan jumlah setoran yang dibatasi paling sedikit Rp15 juta, serta biaya umrah yang dianggap lunasi hanya jika telah mencapai jumlah Rp20 juta.
“Ada banyak Hal di dalam SK tersebut yang sangat merugikan hak-hak keperdataan PPIU selaku penyelenggara umrah dan melanggar kepentingan konstitusional. Sehingga, kami sangat sependapat dengan pertimbangan hukum dalam putusan pengabulan diatas,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua KESTHURI, Asrul Aziz Taba mengatakan dengan putusan PTUN yang mengabulkan gugatan, maka pihaknya berharap Kementerian Agama khususnya Ditjen Penyelenggaraan Umrah bisa lebih akomodatif dalam membuat kebijakan. Karena menurutnya, sebagai asosiasi KESTHURI sejatinya melalui proses pengadilan tersebut semata-mata ingin mendorong agar penyelenggaraan umrah lebih baik kedepan.
“Jadi, ini bukanlah hanya soal proses pertarungan menang-kalah, tapi kami ingin mendorong penyelenggaraan umrah lebih baik. Kemenag juga dapat melaksanakan fungsinya secara maksimal sesuai amanah undang-undang, masyarakat pun mendatar pelayanan yang maksimal. Penyelenggara pun juga mendapat perlindungan dan pembinaan yang baik,” tegas Asrul.
Selain itu, sebelum dilayangkannya gugatan sejatinya pihaknya telah mencoba menjalin komunikasi dengan pihak Kemenag. Namun amat disayangkan, Pihak Direktur Pembinaan Haji dan Umrah serta Dirjen PHU tidak merespon dengan baik.
“Bahkan di awal sidang pak Dirjen pernah menyatakan bahwa SK ini bisa saja diubah, tetapi justru di momen lain pihak Kemenag menyatakan bahwa SK 323 ini adalah harga mati. Tetapi, dalam rangka mewujudkan Good Coroprate Governance maka hubungan kemitraan yang terbuka dan positif antara Kemenag dan asosiasi belakangan tidak terjalin secara maksimal,” tuturnya.
Disisi lain, Ketua Dewan Pembina Sarikat Asosiasi Haji dan Umrah (Sathu), Fuad Mansyur, juga mengaku bahagia atas putusan PTUN yang mengabulkan gugatan KESTHURI. Karena Fuad melihat kebijakan yang tercantum dalam SK SIKOPATUH sangat diskriminatif d karena adanya kewajiban jemaah yang harus menyetor sejumlah uang sebelum bisa berangkat melaksanakan umrah.
“Apa yang diperjuangkan kawan-kawan kami ini mudah-mudahan ini menjadi pintu untuk kita merevisi kembali aturan-aturan yang tidak sesuai dengan keinginan masyarakat,” pungkasnya.