Jakarta, Gatra.com - Wabah Covid-19 telah membuat Indonesia memasuki masa krisis, tidak hanya krisis kesehatan, melainkan juga krisis sosial dan ekonomi. Meski begitu, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menegaskan, kondisi perbankan saat ini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi saat krisis ekonomi tahun 1998 atau krisis 2008.
Hal itu tercermin dari rasio alat likuid yang masih berada di atas rasio minimum. "Bahkan kalau lihat alat likuid perbankan terus meningkat. Sehingga kalau lihat capital adequacy ratio (CAR/ rasio kecakupan modal) atau alat likuid jauh di atas rasio minimum," kata dia dalam Webinar Peran Perbankan Memulihkan Perekonomian Saat New Normal, di Jakarta, Jumat (17/7).
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), CAR perbankan hingga Mei 2020 berada pada level 22,14 persen. Sebaliknya, rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) tetap rendah yakni 3,00 persen (bruto) dan 1,17 persen (neto).
Begitu juga dengan dana pihak ketiga (DPK), yang tercatat lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit, yakni sebesar 8,89 persen (year on year/ yoy).
Namun demikian, untuk menjaga agar likuiditas perbankan tetap memadai, kata Destry, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan atau BI 7 Days Repo Rates hingga 4 persen. "BI juga sudah turunkan suku bunga 175 bps, tapi suku bunga kredit baru turun 74 bps," imbuh dia.
Selain itu, BI juga telah memberikan suntikan dana atau Quantitative Easing (QE) sebesar Rp633,24 triliun hingga 14 Juli 2020. "Kebijakan ini harus gerak sama-sama dengan kebijakan fiskal dan riil. Inilah yang saat ini sedang dilakukan BI, OJK, LPS, dan pemerintah," tuturnya.