Jakarta, Gatra.com - Penggunaan mobil listrik menjadi isu hangat di industri tanah air. Presiden Jokowi telah menandatangani Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai. Untuk mendorong ekosistem mobil listrik, pemerintah juga telah merancang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) kendaraan listrik.
Pemerintah mematok target produksi 2.200 unit mobil listrik, 711 ribu mobil hibrida, dan 2,1 juta unit sepeda motor listrik pada 2025. Tak hanya itu, komponen infrastruktur juga disiapkan di antaranya Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU) dan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).
Pengamat energi, Vicarna Yasier mengatakan pemerintah harus mengebut ketertinggalan di bidang mobil listrik. Roadmap saja tidak cukup bila tidak diimplementasikan dalam terapan produk dan ketersediaan infrastruktur. “Mobil listrik sudah digalakkan sejak zaman Dahlan Iskan. Baru kemudian masuk Tesla dan berbagai merk lainnya. Cuma sekarang jalan enggak? Ini yang perlu ditagih lagi. Dulu ada Gesits [motor listrik] tapi sekarang sudah ganti jubah,” ujar Yasier dalam keterangannya kepada Gatra.com belum lama ini.
Direktur Utama PT Opintech Djojo Indo itu menyebutkan tantangan dalam pembangunan infrastruktur kendaraan listrik berupa Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yakni pengurusan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPL) dan perizinan lainnya. Banyak dari kalangan pemerintah daerah (pemda) dan stakeholder yang belum memahami skema dan aturan pembangunan SPKLU.
Dirinya menyatakan biaya pembangunan satu unit SPKLU berkisar antara Rp700 juta hingga Rp1 miliar. Nilai investasi itu jauh lebih kecil dari pembangunan SPBU sehingga membuka peluang bagi investor untuk membangun infrastruktur lebih banyak. “Nilai investasi satu SPKLU dengan kapasitas mesin 20 kWh sebesar Rp729 juta. Komponen biaya yang cukup besar yakni sewa tempat senilai Rp200 juta setahun sedangkan mesin estimasi harga Rp200 jutaan, semuanya sudah termasuk shelter,” katanya.
Pembangunan SPKLU menurutnya juga punya nilai kelayakan ekonomis. Dilihat dari peluang investasi, pendapatan yang diperoleh dari bisnis SPKLU juga lumayan manis. “Payback period kita cukup cepat. Berdasarkan hasil FS (Feasibility Study) nilai NPV-nya positif. Di bulan kedua kita sudah bisa untung ya, hanya di bulan pertama yang tekor (minus)”.
Pemerintah menurutnya perlu membangun iklim investasi yang kondusif sehingga mampu mengangkat pertumbuhan SPKLU. “Pemerintah melalui PLN mengklaim sudah punya puluhan ribu SPLU. Itu betul, tapi yang kita butuhkan saat ini SPKLU sebagai charging station mobile listrik. Kalau SPLU saja kan belum tentu buat itu,” katanya.
Di dalam roadmap kendaraan listrik, pemerintah memperkirakan kebutuhan sebanyak 390 SPKLU tahun 2021, 600 SPKLU tahun 2022, dan 1.000 SPKLU tahun 2023. Sementara gairah investasi di pembangunan SPKLU menurut Yasier masih jauh dari harapan. “Bisa dibayangkan konsumen itu mobile [bergerak] dari satu titik ke titik lainnya. Tapi di titik akhir enggak ada SPKLU ya repot juga”.
Pemerintah berdasarkan Perpres Nomor 55 Tahun 2019 punya andil kebijakan untuk mempermudah pasar mobil listrik mulai dari pemberian insentif PpnBM (Pajak Penjualan Atas Barang Mewah), pembebasan atau pengurangan pajak pusat dan daerah, hingga insentif bea masuk bahan produksi.
“Fasilitas saja tidak cukup kalau tidak didukung dengan kebijakan yang tegas dari pemerintah. Dulu kita enggak ngebayangin ada Gojek, ada situs belanja online. Perlu enggak?. Tapi karena ada keinginan memberlakukan ya jalan. Intinya semua harus didukung kebijakan,” ungkapnya.
Yasier menyebutkan PLN dan swasta sudah seharusnya bersinergi untuk melengkapi infrastruktur kendaraan listrik. “Swasta tentu sangat siap dengan kebijakan mobil listrik. Tergantung sekarang pemerintah mau seperti apa. Perpresnya sudah ada namun implementasinya belum terlihat, aturan-aturan turunannya juga belum ada”.
Ia mengatakan pembangunan infrastruktur kendaraan listrik seringkali terhambat ego sektoral lintas instansi. Pemerintah melalui PLN kerap mengklaim sudah membangun puluhan ribu SPLU namun tidak banyak yang bisa difungsikan sebagai charging station mobil listrik. “Semestinya tidak ada ego sektoral ya untuk memajukan kendaraan listrik ini. Baik PLN, Pertamina dan BUMN lain harus melihat ini sebagai langkah maju. Kita jauh ketinggalan sebetulnya,” ujarnya.
Diketahui PT Opintech Djojo Indo sebagai konsultan dan perusahaan teknologi pengisian transportasi listrik telah membangun beberapa SPKLU yang bekerja sama dengan PT PLN (Persero) di wilayah Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya. “Kami telah ekspand, bangun SPKLU, salah satu yang paling gencar yakni Denpasar. Tahun ini kita ingin all out, bangun beberapa unit lagi,” pungkasnya.