Yogyakarta, Gatra.com - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kesenjangan ekonomi di Daerah Istimewa Yogyakarta masih tertinggi di Indonesia bahkan meningkat dari periode sebelumnya. Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengakui kondisi itu mustahil dihindari.
“Memang, rasio gini seperti itu tidak bisa dihindari, karena pertumbuhan itu pasti mengakibatkan kesenjangan itu terjadi,” ujar Sultan di kompleks kantor Pemda DIY, Kota Yogyakarta, Kamis (16/7).
Sesuai siaran pers BPS, Rabu (15/7), rasio gini atau ketimpangan pengeluaran penduduk DIY pada Maret 2020 sebesar 0,434. Angka ini meningkat dari rasio pada September 2019 yakni 0,428. DIY pun menjadi provinsi dengan rasio gini tertinggi atau provinsi paling timpang ekonominya.
Namun, kata Sultan, kondisi itu tetap menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi. “Berati di situ ada pertumbuhan. Hanya, orang yang punya kreativitas upaya, usaha, akan berkembang lebih dulu daripada yang punya penghasilan tetap,” tutur Raja Keraton Yogyakarta ini.
Menurut dia, pengusaha pasti memiliki kreativitas dan modal untuk berkembang lebih tinggi daripada mereka yang bergaji tetap. “Itu pasti terjadi,” katanya.
Untuk itu, Pemda DIY akan menopang warga berpenghasilan rendah lewat skema bantuan kesehatan, sosial, dan pendidikan. “Itu tidak ada masalah. Ada BPJS, ada BOS, ada pembiayaan,” katanya.
Sultan menjelaskan, Pemda DIY tak mungkin mendidik warga untuk mendapat gaji lebih besar karena tergantung latar pendidikan mereka. “Saya harus mendidik pelayan PKL di Malioboro untuk bergaji lebih tinggi, tapi kan enggak mungkin. Karena dia juga harus punya latar pendidikan untuk bergaji besar,” tuturnya.
Pemda DIY juga tak bisa mengatur investor membuka usaha di wilayah tertentu sehingga mendongkrak ekonomi setempat. “Kalau investor, saya tidak bisa memaksa investasi di Gunungkidul. Dia yang tentukan sendiri, seperti hotel. Kesenjangan tidak mudah diratakan,” ujarnya.
Menurutnya, perbedaan kondisi ekonomi warga muskil dihindari. “Mesti ana sing sugih banget (ada yang sangat kaya), sugih, kecukupan, miskin. Jalan keluarnya pemerintah dengan data kemiskinan. Ya sudah, yang bisa dibantu, didampingi, dapat berkembang enggak. Dapat bantuan sosial saja sampai mati," ucapnya.
Dengan demikian, kata Sultan, ketimpangan ekonomi mestinya tidak memperhitungkan warga miskin yang telah mendapat bantuan. “Kesenjangan itu minus orang miskin yang difasilitasi tiap bulan. Problem-problem ini saling terkait dan perlu kita tangani,” katanya.