Semarang, Gatra.com - Ratusan orang tergabung dalam Aliansi Gerakan Rakyat Menggugat (Geram) Semarang menggelar aksi demonstrasi menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law tentang Cipta Kerja.
Aksi yang diikuti kalangan buruh dan mahasiswa tersebut dipusatkan di depan gerbang gedung DPRD Jawa Tengah (Jateng), Jalan Pahlawan, Semarang, Kamis (16/7).
Mereka membentangkan spanduk kain hitam panjang di tengah jalan bertuliskan “Geram #Atasi Virus Cabut Omnibus. Mulyono, salah seorang pengunjuk rasa, mengatakan, RUU Cipta Lapangan Kerja bakal merugikan kehidupan buruh, karena akan ada penerapan upah per jam pada jenis pekerjaan tertentu.
Penerapan upah per jam pada jenis pekerjaan tertentu dalam praktiknya akan terjadi pula pada upah per jam pada jenis pekerjaan lain.
“Bila ketentuan ini diberlakukan, maka cuti haid, melahirkan, dan pascamelahirkan bagi buruh perempuan maupun cuti lainya diambil buruh secara umum berpotensi tidak akan memperoleh upah karena dianggap tidak bekerja,” ujarnya.
RUU Cipta Kerja, lanjut Mulyono, bakal semakin melanggengkan praktik kerja kontrak dan outsorching yang ditolak buruh karena menghilangkan kepastian kerja.
“Kami menolak RUU Cipta Kerja karena jelas merugikan buruh,” kata Mulyono.
Salah seorang mahasiswa, Budi, menyatakan, proses penyusunan RUU Omnibus Law Cipta Kerja tidak transparan sehingga perlu ditolak. Terlebih lagi, sejumlah kalangan telah menolak RUU Omnibus Law sehingga DPR sebagai wakil rakyat, mestinya mendengar aspirasi rakyat.
“Anggota DPR agar peka terhadap keinginan rakyat yang menolak RUU Omnibus Law,” ujar dia.
Geram dalam tuntutannya, antara lain mememinta DPR menghentikan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Krja dan fokus pada penanganan Covid-19. Kemudian, segera penuhi hak-hak pekerja, berupa tunjangan hari raya (THR), hentikan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dengan dalih Covid-19, dan gratiskan biaya pendidikan.
Aksi penolakan RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang dikawal aparat kepolisian dari Polrestabes Semarang dan Polda Jateng itu berlangsung damai.