Sleman, Gatra.com - Alat tes Covid-19 berbasis radiografi digital ciptaan dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menunggu izin pemerintah untuk produksi massal. Diklaim jauh lebih murah dibanding dengan alat sama buatan luar. Radiografi digital ini mampu mendeteksi Covid-19 hingga 95%.
Diinisiasi oleh Dosen Prodi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UGM, Bayu Suparta, sejak 15 tahun lalu dari riset 30 tahun Alat radiografi pengetes Covid-19 ini menjadi salah satu produk inovasi penanggulangan Covid-19 yang diluncurkan Presiden Jokowi pada 20 Mei lalu.
"Dibandingkan dengan rapid test dan uji PCR yang tingkat akurasi hanya 30% dan 75%. Sistem radiografi digital ini memiliki akurasi yang lebih tinggi hingga 95% untuk mengetahui seseorang terpapar atau tidak," katanya kepada Gatra.com, Rabu (15/7).
Tingginya tingkat akurasi ini, menurut Bayu, karena alat radiografi digital yang sudah mendapatkan hak paten di 2005 silam, bisa membuktikan tekena virus atau tidak jika dilihat dari struktur paru-parunya. Bila terkena virus corona maka paru-parunya menjadi rusak.
Dalam sistem kerjanya, tubuh pasien akan disinar radiasi berdosis rendah, dikontrol computer, sinar X memancarkan ke tubuh pasien, terusan radiasi ditangkap detektor dan dihubungkan ke layar monitor. Dari sini, hasil yang didapatkan diolah radiografer tenaga fisika medic yang kemudian diserahkan ke ke dokter secara digital sesuai permintaan.
Menurutnya, bila merujuk pada barang yang sama buatan luar negeri yang harganya mencapai Rp4 miliar, Bayu mengatakan, alat buatannya dalam proses produksi hanya menghabiskan Rp500 juta.
"Bahkan untuk pengoperasiannya, untuk satu pasien hanya dibutuhkan biaya Rp300 ribu. Bayangkan dengan PCR yang sekali tes mencapai Rp2 juta," katanya.
Meskipun harganya lebih murah, namun sampai saat ini, Bayu mengaku belum mendapatkan izin dari pemerintah untuk proses produksi massal. Jika dilihat dari harga produksi, ia memastikan akan ada 3.000 rumah sakit tipe A dan 9.000 Puskesmas yang memiliki alat ini.
Bahkan, di tengah meningkatnya gelombang pandemi Covid-19 kedua, Bayu menjelaskan, keberadaan alat tes Covid-19 radiografi ini akan sangat membantu penanggulangan. Sebab, dengan proses pemeriksaan maksimal 7 hari, selain murah, teknologi yang diterapkan sesuai zaman 4.0.
"Saya menggunakan nama merek-merek Madeena atau Made in Ina (Indonesia), satu alat ini sudah dipakai di rumah sakit RSUD Tabanan, Bali, namun belum beroperasi karena menunggu izin pemerintah," katanya.
Terkait perizinan, hilirisasi dan komersial alat temunya, Bayu mengatakan, sepenuhnya menyerahkan ke pemerintah dan stakeholder bidang kesehatan. Tapi pihaknya mengaku sudah mengajukan izin produksi dan izin edar.
Harapannya, proses perizinan ini akan mendapatkan perhatian dari pemerintah, apalagi, Presiden Jokowi sudah meminta untuk produk inovasi monitoring Covid-19 dipermudah izinnya.