Jakarta, Gatra.com - Sejumlah anggota Divisi Hubungan Internasional Polri diperiksa Divisi Profesi dan Pengamanan Polri (Div Propam) terkait dugaan pencabutan red notice buronan kakap, Djoko Tjandra pada basis data Interpol 2014 lalu. Namun, pihak Mabes Polri tak membeberkan berapa jumlah personel yang diperiksa itu.
"Kita lihat apakah ada kesalahan atau tidak dalam prosedur yang dilakukan oleh anggota ini. Tentunya, komitmen Bapak Kapolri (Jenderal Idham Azis) bahwa anggota yang berhasil, baik, akan diberikan reward. Sedangkan anggota yang memang salah akan diberikan punishment," kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Argo Yuwono di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (15/7).
Tak hanya dugaan pencabutan red notice, pihak Bareskrim juga disebut meloloskan Djoko Tjandra dengan memberikan surat jalan terhadap buronan tersebut. Atas kabar tersebut, Polri juga melakukan pemeriksaan terhadap salah satu kepala biro di Bareskrim yang tak disebutkan namanya oleh Argo.
"Tentunya bahwa surat jalan tersebut yang ditandatangani oleh satu biro di Bareskrim Polri. Jadi pemberian atau pembuatan surat jalan itu, bahwa Kepala Biro itu adalah inisiatif sendiri dan tidak izin sama pimpinan. Jadi membuat sendiri dan kemudian sekarang dalam proses pemeriksaan di Propam," jelas Argo.
Argo menambahkan, sore ini juga Kapolri akan menindak anggota yang terbukti salah dengan mencopot jabatannya. "Jadi komitmen Pak Kapolri jelas, hari ini sedang jalan pemeriksaan. Nanti sore selesai pemeriksaan, terbukti akan dicopot dari jabatannya. Ini jadi bagian pembelajaran untuk personel Polri lain di sana," pungkasnya.
Diketahui, Djoko Tjandra buron dan melarikan diri ke Papua Nugini setelah Mahkamah Agung (MA) menerima peninjauan kembali Kejagung terkait kasus korupsi hak tagih cessie Bank Bali pada 2009 lalu.
Majelis PK MA memvonis Direktur PT Era Giat Prima itu bersalah dan menjatuhkan hukuman 2 tahun pidana penjara. Selain itu, Djoko Tjandra juga dihukum membayar denda Rp15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp546 miliar yang dirampas untuk negara.
Sehari sebelum putusan MA pada Juni 2009, Djoko diduga kabur meninggalkan Indonesia dengan pesawat carter dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Port Moresby, Papua Nugini. Djoko kemudian diketahui telah pindah kewarganegaraan menjadi Papua Nugini pada Juni 2012.
Setelah 11 tahun buron, Djoko Tjandra dikabarkan kembali ke Indonesia. Bahkan, Djoko Tjandra mendaftarkan Peninjauan Kembali (PK) terkait perkara yang menjeratnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada 8 Juni 2020 lalu.
Namun, Djoko Tjandra mangkir atau tidak menghadiri sidang PK yang digelar PN Jaksel pada Senin, 6 Juli 2020 lalu dengan alasan sakit. Alasan yang sama dipergunakan Djoko untuk tidak menghadiri sidang sebelumnya pada 29 Juni 2020.