Home Ekonomi Lumbung Pangan di Jawa, Menhan Dinilai Tak Tepat Urus Pangan

Lumbung Pangan di Jawa, Menhan Dinilai Tak Tepat Urus Pangan

Jakarta, Gatra.com - Presiden Joko Widodo menunjuk Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto untuk memimpin proyek lumbung pangan nasional saat kunjungan kerja di Kalimantan Tengah pada 9 Juli 2020. Jokowi menunjuk Prabowo karena persoalan pangan saat ini tengah menghadapi ancaman serius. Oleh karenanya penting untuk membangun paradigma ketahanan pangan berupa food estate untuk tujuan jangka panjang.

Terlebih Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) yang berada di bawah naungan PBB telah memberikan gambaran atas potensi krisis pangan yang akan dihadapi masyarakat dunia saat pandemi Covid-19.

Menanggapi rencana tersebut, pengamat pangan Wibisono mengatakan bahwa rencana pembangunan ketahanan pangan di Kalimantan Tengah berupa food estate keliru dan belum bisa direalisasikan untuk menciptakan ketahanan pangan.

“Lumbung ketahanan pangan harusnya tetap di pulau Jawa, karena tanah di Jawa rata rata masih subur dan masyarakatnya terlahir sebagai petani. Sedangkan di luar Jawa harus ada program transmigrasi berkelanjutan. Artinya akan ada mobilisasi besar-besaran masyarakat Jawa ke Kalimantan,” ujar Wibisono kepada Gatra.com, Rabu (15/7).

Baca juga: Ancaman Krisis, Prabowo Pimpin Lumbung Pangan, Efektifkah?

Dirinya menyatakan pulau Kalimantan lebih cocok ditanami tanaman keras. Akan lebih baik bila pemerintah punya program untuk pengembalian fungsi hutan dan konservasi hutan Borneo sebagai penghasil kayu. “Bukan untuk sawah pertanian,” sambungnya.

Disamping itu, budidaya lahan di Indonesia juga memiliki sejumlah tantangan. Dari hasil studi diperoleh 70% tanah pertanian Indonesia tandus karena penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang berlebihan. Sehingga tanah pertanian harus disuburkan kembali agar program ketahanan pangan tercapai terutama swasembada beras dan hasil pangan lainnya.

Sedangkan salah satu kendala petani adalah biaya produksi beras di Indonesia cukup tinggi yang salah satu kontribusinya dari pembelian pupuk. Dikhawatirkan, jika tidak ada terobosan dalam hal teknologi, Indonesia akan tetap jadi pengimpor beras abadi.

“Untuk itu perlu ada program perbaikan tanah secepatnya atau soil amendment programme (program pembugaran tanah) dengan memperbaiki sifat biologi tanah. Selama ini kita hanya memperhatikan sifat fisika dan kimia sementara aspek biologi tidak pernah dipikirkan,” ucap pembina Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara (LPKAN) itu.

Ia turut mempertanyakan alasan presiden menunjuk Menteri Pertahanan untuk menjadi leading sector ketahanan pangan yang menurutnya keliru. “Karena apa gunanya Menteri Pertanian? karena tupoksi untuk program ketahanan pangan tanggungjawab Menteri Pertanian bukan Menteri Pertahanan sehingga membuat bingung publik. Ada apa ini? Apa ada perjanjian politik antara Jokowi dan Prabowo?,” ujarnya.

Pemerintah menurutnya harus kembali menjadikan jati diri bangsa sebagai negara agraris dan membuat program ketahanan pangan dengan menciptakan swasembada pangan berkelanjutan. “Saya sebagai pengusaha pupuk organik dan menjadi penggiat organik bersama yang lainnya ingin menjadikan bangsa ini bukan hanya jadi pengimpor pangan tapi harus menghasilkan kemandirian pangan,” pungkasnya.

435