Jakarta, Gatra.com - Mantan Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP), Saut Sirait menilai, putusan pemberhentian Evi Novida Ginting sebagai Anggota KPU pada Maret lalu merupakan upaya normal penyelenggara pemilu untuk meluruskan penyelewengan suara pada pelaksanaan pemilu.
Hal ini diungkapkan Saut dalam keterangan tertulisnya sebagai saksi ahli dari pihak Tergugat dalam perkara 82/G/2020/PTUN.JKT yang disampaikan kepada majelis hakim.
"Putusan DKPP No. 317-PKE-DKPP/X/2019, menyangkut tindakan atau perbuatan yang menimbulkan ketidakadilan menyeluruh, karena terkait penyelewengan suara. Mahkota penyelenggara, bahkan Pemilu itu sendiri adalah suara," jelas Saut dalam keterangan tertulisnya.
"Mahkota yang hampir jatuh, atau mahkota yang bengkok itu telah dapat dikembalikan dan diluruskan, yakni suara rakyat pada Dapil Kalimantan Barat," imbuhnya.
Ia memandang, putusan itu semata-mata dikeluarkan oleh Ketua dan Anggota DKPP lantaran adanya kewaspadaan terhadap kehancuran Pemilu di Indonesia. Bahkan, hal ini sudah dilakukan dengan konsisten selama delapan tahun DKPP berdiri.
Saut pun menilai, DKPP tetap memiliki moral hazard dalam semangat, sikap dan tindakannya. Sehingga tidak akan membiarkan celah sekecil apa pun bagi hal yang mengakibatkan terjadinya kehancuran sistem dan degradasi kepercayaan terhadap lembaga, terutama lembaga negara.
"Membiarkan terjadinya penyelewengan suara dalam Pemilu, bukan hanya menghancurkan Pemilu itu sendiri, tetapi sekaligus dan total juga menghancurkan kepercayaan terhadap Pemilu maupun Negara yang dihasilkan Pemilu itu sendiri," terang Saut.
Hal ini menurutnya sudah sesuai dengan spirit kelahiran DKPP, yakni mengungkapkan kebenaran dan keadilan dari pemerkosaan hak suara akibat tergadaikannya kode etik penyelenggara pemilu lantaran adanya silent majority yang tidak memiliki kesanggupan untuk bersuara.
Ia mengingatkan, putusan DKPP No 317-PKE-DKPP/X/2019 dan Keppres 34/2019 berasal dari gugus persoalan yang sangat besar: fundamen nilai, prinsip dan tujuan Pemilu dan lebih besar lagi, langsung tertuju pada keberadaan Negara.
Karenanya, lanjut Saut, maka akan menjadi goncangan besar apabila Keputusan Presiden itu dibatalkan atau tidak dianggap sah, tanpa mencabut atau membatalkan Putusan DKPP.
"Apabila dikabulkan walau sebagian kecil, akan menimbulkan kehancuran terhadap nilai-nilai kehidupan, moral, moral hukum dan hakikat Pemilu di Indonesia," terangnya.