Jakarta, Gatra.com – Presiden Joko Widodo menunjuk Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto untuk memimpin proyek lumbung pangan nasional saat kunjungan kerja di Kalimantan Tengah pada 9 Juli 2020. Jokowi menunjuk Prabowo karena persoalan pangan saat ini tengah menghadapi ancaman serius. Oleh karenanya penting untuk membangun paradigma ketahanan pangan berupa food estate untuk tujuan jangka panjang.
Terlebih Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) yang berada di bawah naungan PBB telah memberikan gambaran atas potensi krisis pangan yang akan dihadapi masyarakat dunia saat pandemi Covid-19. Menanggapi rencana tersebut, anggota Komisi I DPR, Sukamta mengatakan rencana tersebut penting dilakukan namun harus didahului dengan kajian yang matang.
“Situasi krisis pangan memang sudah membayang, tetapi itu jangan disikapi dengan membuat keputusan secara terburu-buru. Kita tentu tidak berharap ini hanya menjadi kebijakan populis seperti lahan sejuta gambut pada masa lalu namun ternyata alami kegagalan,” ujar Sukamta dalam keterangannya kepada Gatra.com, Selasa (14/7).
Terlebih bila melihat dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2020-2024, pengembangan lumbung pangan selain di Jawa dan Bali diarahkan ke Sumatera dan Sulawesi. “Sementara di Kalimantan dimantapkan perannya sebagai lumbung energi nasional dan paru-paru dunia. Artinya rencana pengembangan di Kalimantan ini tidak sinkron dengan rencana pembangunan nasional yang sudah ada,” katanya.
Wakil Ketua Fraksi PKS itu mengatakan terdapat tiga (3) persoalan yang mesti diperhatikan dalam implementasi gagasan lumbung pangan nasional. Pertama, pemahaman pangan sebagai unsur penting membangun ketahanan nasional bukan berarti sektor ini harus dipegang Kementerian Pertahanan (Kemhan).
“Ada beberapa sektor penting untuk membangun ketahanan nasional, kan tidak berarti Kemhan mengurusi semua hal. Kementerian Pertanian, Bulog, Badan Ketahanan Pangan yang selama ini mengurusi soal pangan, harus dilihat sebagai satu kesatuan usaha membangun ketahanan nasional. Kemhan saya lihat sudah punya beban dan tanggung jawab yang besar terkait ketahanan nasional melalui kekuatan TNI dengan ketiga matranya,” ujarnya.
Persoalan kedua, kebutuhan anggaran yang sangat besar berdasar keterangan Wamenhan Sakti Wahyu Trenggono yang menyebutkan perlu biaya setidaknya Rp68 triliun untuk mengembangkan lumbung pangan. Biaya tersebut akan didapat dari pengajuan kredit ke Bank Indonesia dalam bentuk penerbitan obligasi.
“Yang jadi soal saat ini pemerintah sedang minim pemasukan, sementara kondisi ekonomi ke depan masih belum menentu. Opsi utang akan semakin menambah beban utang yang sudah membengkak. Mestinya pemerintah sedapat mungkin menekan pengeluaran hanya untuk kegiatan yang penting dan mendesak.”
Persoalan ketiga, soal komoditas singkong yang akan dikembangkan di lahan yang sedang disiapkan seluas 30 ribu hektare di di Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah.
“Saya kira lebih tepat jika Pemerintah saat ini menolong terlebih dulu para petani singkong. Berkali-kali petani alami anjloknya harga, seperti di bulan Juni kemarin harga 1 kg hanya 900 rupiah. Lebih baik pemerintah membuat pilot project industri untuk menyerap hasil panen singkong yang sudah ada, ini jelas akan menolong ribuan petani kita,” katanya.
Legislator asal dapil Yogyakarta itu berharap Kemhan bisa menanggapi permintaan Presiden dengan bijak. “Saya yakin korps TNI jika diberi tugas apapun atas nama kepentingan negara, pasti bersedia tanpa keluhan sedikitpun. Namun demikian, akan lebih baik jika tiap sektor yang sudah ada dapat didorong bekerja secara profesional di bidang masing-masing. Ini juga bagian dari wujud membangun ketahanan nasional.”