Jakarta, Gatra.com - Pemerintah melakukan penyempurnaan tata kelola Program Kartu Prakerja dengan diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76 Tahun 2020. Perpres yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 7 Juli 2020, menyebut adanya Perubahan ketentuan yang sebelumnya tertuang dalam Perpres 36 Tahun 2020.
Sekretaris Menteri Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono menjelaskan, revisi Perpres dilakukan setelah meminta masukan dari para pemangku kepentingan dan hasil penilaian yang dilakukan oleh Komite Cipta Kerja.
Selain itu, dengan adanya aturan baru itu, pemerintah juga ingin memastikan, Kartu Prakerja dapat berjalan dengan tepat sasaran dan tepat guna. Dengan begitu, Program Kartu Prakiraan dapat dilakukan oleh pekerja yang terdampak wabah Covid-19.
"Perpres ini juga sudah disetujui, masukan, dan dicatat perbaikan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Lembaga Pengadaan Barang (LKPP)," katanya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (13/7).
Sementara itu, di gelombang-gelombang atau batch selanjutnya, pemerintah akan lebih memprioritaskan Kartu Prakerja untuk para pencari kerja, buruh atau pekerja yang membeli PHK dan dirumahkan. Begitu juga dengan usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang perusahaannya imbas pandemi Corona.
"Perpres ini juga mengharuskan pihak-pihak yang tidak bisa menerima Kartu Prakerja, menerima Pejabat Negara, pimpinan dan anggota Dewan (DPR / DPR) Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI / Polri, Kepala Desa dan perangkat desa, serta Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara (BUMN / BUMD)," imbuh Susiwijono.
Perubahan selanjutnya, dilakukan pada susunan organisasi Komite Cipta Kerja, yaitu dengan tambahannya anggota Komite Cipta Kerja. Tadinya, anggota Komite hanya terdiri dari Menko Perekonomian, Menteri Keuangan dan Menteri Tenaga Kerja.
Namun ditambah dengan Menteri Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri), Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan juga Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).
“Penambahan anggota Komite ini mendukung akuntabilitas dan tata kelola yang baik,” katanya.