
Hobinya membuat kerajinan tangan. Lewat hobinya itu, mereka juga bisa meraih pemasukan tambahan. Ketekunan menjadi kunci
Wahyudin Nur Abidin dan Wahyu Pratitis adalah contoh nyata dari buah ketekunan tersebut. Wahyudin Nur Abidin, warga RT 1 RW 3, Desa Krandegan, Kecamatan Bayan, Purworejo, Jawa Tengah sejak tiga tahun lalu, berhasil mengembangkan usaha home industri pembuatan busur panah.
Sementara Wahyu Pratitis, warga Desa Semawung RT 1 RW 2, Kecamatan Purworejo, Kabupaten Purworejo suksek mengembangkan pembuatan lure atau umpan palsu berbentuk ikan kecil warna-warni.
Wahyudin Nur Abidin mengakui, dirinya suka membuat kerajinan tangan. Kemudian sering mendengar perbincangan olah raga panahan. “Lalu saya tertarik membuat busur dan panah, bermodal lihat youtube, saya akhirnya memberanikan diri buka usaha busur dan anak panah," jelas Wahyudin.
Dengan modal awal Rp300 ribu, Wahyudin nekat membuka pesanan, peralatan pun hasil meminjam dari tetangga. Tak disangka, dalam sebulan pemesan busur panah miliknya mencapai 300 paket.
"Waktu itu saya hanya iseng-iseng saja, tidak tahunya peminat luar biasa. Pemasaran pun saya lakukan hanya melalui grup whats app yang saya ikuti. Alhamdulillah sekarang sudah ready stock, tidak perlu PO lagi," jelas pria yang sebelumnya bekerja sebagai sales mainan anak ini.
Satu paket busur produksi Wahyudin terdiri dari satu buah busur, dua anak panah dan kelengkapan lain yaitu, pelindung lengan, pelindung jari dan tas anak panah dibandrol seharga Rp175 ribu hingga Rp350 ribu.
"Pemesan sekarang sudah banyak dari seluruh daerah di Indonesia. Mereka biasanya adalah orang-orang yang baru belajar panahan. Saya juga menjual spare part busur produk saya jika rusak. Semua tersedia secara online," bebernya.
Brand produksi busur panah ini adalah Abadi Arseri. Pada masa pandemi, penjualan justru meningkat karena memang promosinya menyasar orang-orang yang tinggal di rumah saja akibat pandemi. Dengan tekad dan keuletannya, Wahyudin telah bisa mempekerjakan 10 tetangganya dengan sistem borongan
Sementara itu, Wahyu Pratitis mengungkapkan, usahanya itu berawal dari hobi memancing. Guru SD di Kabupaten Purworejo ini mengatakan, produknya hanya memerlukan peralatan sederhana seperti pulpen, cutter, gergaji besi dan amplas.
Wahyu mengerjakan pesanan pelanggannya usai pulang dari mengajar di SDN Sebomenggalan, Purworejo. "Idenya berawal saat mancing kan umpannya lepas-lepas terus, nyantol dan hilang. Pembuat lure juga jarang dan harganya mahal. Kan boros, kemudian timbul ide membuat umpan palsu sendiri," terang guru olah raga ini saat ditemui di rumah yang sekaligus bengkel kerjanya.
Bahan baku pembuat lure adalah kayu balsa yang mudah didapat dari toko-toko kayu. Pewarnaan menggunakan cat minyak yang biasa dipakai untuk mengecat body mobil. Selain banyak pelanggan dari seluruh Indonesia, Wahyu juga melayani pembeli dari luar negeri.
"Sudah banyak pemesan dari Singapura, Malaysia, Thailand, Taiwan, Auatralia dan Perancis. Harga lure bervariasi antara $9-15 per buah. Untuk pasaran dalam negeri dipatok harga Rp50 ribu-Rp75 ribu per buah. Tergantung ukuran dan warnanya," terang Wahyu yang telah bisa mempekerjakan dua pemuda tetangganya ini.
Kelebihan lure home made buatan Wahyu adalah, kawatnya full body lure jadi meskipun lure hancur, kawat tetap nyantol di ikannya. Umpan palsu ini dikatakan dapat meningkatkan perolehan ikan para pemancing.
Paling banyak dipesan oleh pemancing dalam negeri adalah jenis WTD (walk the dog) karena bisa mengambang di air. Lain lagi dengan pemancing luar negeri yang lebih memilih jenis Mino yang tenggelam di air.
Sebagai ciri khas lure buatan guru wiyata bakti ini adalah, ikan palsu ini hanya memiliki satu mata. Para pembeli biasanya menyebut dengan nama Lumoji (lure moto siji). Prestasi yang telah diraih Wahyu adalah lure maker terbaik tingkat Jateng dan DIY.
Kini, dengan berbekal ketekunannya, Wahyu berhasil mendapatkan pemasukan Rp3-4 juta per bulan. Namun menjadi guru adalah panggilan hatinya sehingga dia dan istri lebih mengutamakan pekerjaannya sebagai seorang pendidik. Muh Slamet