Jakarta, Gatra.com - Tersangka pelaku pembobolan kas BNI sebesar Rp1,7 triliun, Maria Pauline Lumowa yang sudah dijemput pihak Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri, serta Polri, digiring ke Bareskrim untuk dilakukan pemeriksaan. Ia dikabarkan tiba di Bareskrim pada Kamis (9/7) sekitar pukul 12.30 WIB.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Pol Argo Yuwono menyebut, Maria merupakan salah satu dari 16 tersangka yang melarikan diri ke luar negeri dan buron selama 17 tahun. Polri turut menyelidiki kasus itu dan mengirimkan red notice atau permintaan kepada penegak hukum di seluruh dunia untuk mencari dan menangkap orang tersebut.
"Tentunya dengan berbagai macam informasi kemudian ada red notice yang kita kirimkan ke sana akhirnya selama beberapa tahun membuahkan hasil. Artinya bahwa adanya komunikasi yang intensif antara Polri, Kemenlu, dan Kemenkumham dengan otoritas negara Serbia," kata Argo di kawasan Jakarta Timur, Kamis (9/7).
Argo melanjutkan, setelah mendapatkan informasi terkait keberadaan Maria, Polri dan tim yang dipimpin Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly berangkat ke Serbia pada 4 Juli 2020 lalu. Maria pun diekstradisi dan tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, pada Kamis (9/7) pukul 10.00 WIB.
Proses penjemputan itu tetap menerapkan protokol kesehatan. Argo mengatakan, Maria sudah menjalani rapid test dan hasilnya negatif terhadap Covid-19. Perempuan paruh baya itu juga menjalani swab test, namun hasilnya belum keluar.
Setelah dari bandara, tersangka dan tim pun bertolak ke Bareskrim Polri di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan untuk diproses secara hukum. Namun, Argo menyebut Maria masih diberi waktu untuk beristirahat karena mengalami jet lag.
"Untuk saat ini yang bersangkutan istirahat. Kita berikan hak ini untuk istirahat. Tentunya setelah nanti, kira-kira dicek Dokkes, dan dinyatakan fit akan kita lakukan pemeriksaan," jelas dia.
Argo enggan membeberkan lebih lanjut terkait waktu pemeriksaan itu. Ia juga tak merincikan apakah kasus Maria akan dibuka sebagai perkara baru atau meneruskan yang lama.
"Nanti unggu saja. Nanti akan dijelaskan Bareskim. Ini kan kasus lama dan sudah disidangkan juga, ini tinggal satu tersangka ini yang tersisa," terangnya.
Sebagai catatan, Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.
Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp1,7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.
Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.
Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.
Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, pada 27 Juli 1958 tersebut belakangan diketahui keberadaannya di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura.
Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda, yakni pada 2010 dan 2014, karena Maria Pauline Lumowa ternyata sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979.
Namun, kedua permintaan itu direspons dengan penolakan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda yang malah memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di Belanda.
Upaya penegakan hukum lantas memasuki babak baru saat Maria Pauline Lumowa ditangkap oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, pada 16 Juli 2019.