Home Hukum Berbelit-belit Bersaksi, Hakim Sebut Ketua DPRD Pembengak

Berbelit-belit Bersaksi, Hakim Sebut Ketua DPRD Pembengak

Pekanbaru, Gatra.com - Ketua DPRD Riau Indra Gunawan Eet menjadi saksi dalam kasus sidang dugaan korupsi dengan terdakwa Bupati Non aktif Bengkalis Amril Mukminin, Kamis (9/7) di Pengadilan Negeri Pekanbaru. Saat bersaksi, Eet yang juga Sekretaris DPD Golkar Riau itu disebut berbelit-belit, hingga hakim kerap menyebutnya 'pembengak' atau pembohong.

Eet menjadi saksi dari 5 orang saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tony Frengky Pangaribuan dan Feby Dwi Andospendi. Sidang diketuai hakim majelis Lilin Herlina, dan dua hakim anggota Sarudi dan Suryani.

Sidang juga berlangsung secara online selain tatap muka. Sebab, terdakwa Amril Mukminin berada di Rutan Sialang Bungkuk Pekanbaru. Dia juga mengikuti sidang dengan layar virtual. Namun, pengacara Amril, Asep Ruhiat ikut bersidang mewakilinya di pengadilan.

Eet menjadi saksi pertama dalam persidangan dugaan perkara suap dan gratifikasi proyek Jalan Duri-Sei Pakning, Kabupaten Bengkalis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru. Saat kasus itu terjadi, Eet menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Bengkalis.

Sebelum dimintai keterangan, Eet terlebih dahulu disumpah, agar memberikan keterangan yang jujur di hadapan seluruh peserta sidang dan hakim.

Sebagian pertanyaan yang dilontarkan majelis hakim kepada Eet dijawab dengan tidak mengetahui. Padahal pada saat itu Eet menjabat sebagai salah satu pimpinan legeslatif di daerah berjuluk negeri Junjungan itu.

Saat majelis hakim menanyakan terkait pengesahan anggaran proyek multiyears atau tahun jamak di Kabupaten Bengkalis, Eet menjawab pertanyaan hakim dengan kata tidak tahu. "Apakah saudara mengetahui terkait pengesahan APBD untuk proyek Multiyears di Bengkalis?" tanya hakim Sarudi.

Eet menjawab tidak mengetahui tentang anggaran APBD Bengkalis multiyear. "Tidak tahu, saya tidak tahu berapa paket yang dibahas. Pengesahan saya tidak hadir, tidak ikut rapat, pengesahan tidak hadir yang mulia. Tahunya setelah berjalan, itu aja yang tahunya, dilaksanakan setelah pengesahan APBD," jawab Eet.

Lalu hakim kembali bertanya kepada Eet. "Apakah saudara mengetahui siapa pemenang lelang, dan kapan proyek itu dilaksanakan?" tanya Sarudi lagi.

Eet menjawab tidak mengetahui siapa pemenang lelang proyek tersebut. "Dilelang yang mulia, siapa pemenangnya tidak tahu yang mulia. Tahun berikutnya dikerjakan, saya tidak tahu. Saya tahunya yang Rupat dan Bengkalis. Tahunya heboh aja setelah yang Rupat yang mulia, informasinya pemenangnya lari yang mengerjakan, siapa pemenangnya saya tidak tahu yang mulia," jawab Eet

Karena Eet banyak menjawab tidak tahu, hakim langsung membentaknya dengan kata bengak dalam bahasa melayu yang artinya bohong. "Bengak saudara ini. Anda anggota DPRD di sana, masa tidak tahu ada proyek itu. Emang anda di sana tidur saja. Masa anda tidak tahu ada proyek untuk pembangunan Bengkalis, yang benar saja," ketus Sarudi.

Sarudi kembali menanyakan kepada Eet terkait pelaksanaan proyek tahun jamak tersebut, dan terkait penandatanganan Banggar untuk APBD anggaran proyek. Hakim juga menanyakan adanya kongkalikong untuk mendapatkan uang ketok palu bagi para anggota DPRD Bengkalis.

"Tak ada (kongkalikong) yang mulia, proyek terlaksana tapi tidak selesai, Saya tidak ikut tandatangan di rapat banggar. Yang saya tahu kegiatan itu aja, karena saya tahu itu ada persoalan kami tidak anggarkan," jawab Eet.

Lalu Sarudi membacakan BAP dari KPK yang berisi pemeriksaan Eet. Dalam BAP itu, Eet mengakui kepada penyidik, bahwa dirinya mengetahui siapa pemenang lelang dan masalah penganggaran. "Anda ini bengak (bohong). Tadi anda bilang tidak tahu, tapi dalam BAP anda tahu. Makanya anda dengar baik-baik pertanyaan hakim," kata Sarudi.

Bentakan Sarudi membuat Eet tak berdaya, dia hanya diam dan sesekali tertunduk. Sarudi juga menyebutkan salah satu perusahaan yang memenangkan lelang pada saat itu, yaitu PT Citra Gading Asritama. Saat ditanya hakim soal PT CGA, kali ini Eet mengaku tahu tentang perusahaan itu sebagai pemenang lelang.

"Saudara selang 5 menit berubah, tadi ditanya siapa pemenang lelang tak tahu, sekarang saya tanya CGA saudara tahu. Mana yang benar. Bingungkan, saudara yang berbohong aja bingung apalagi kami yang mendengar," kata Sarudi dengan nada kesal.

Sarudi mengingatkan Eet bahwa kesaksian palsu bisa dijerat pidana dengan pasal 21 Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi. Sarudi mengingatkan jaksa KPK untuk menjerat para saksi yang memberikan keterangan palsu.

Jaksa Penuntut Umum tahu apa yang harus dilakukan jika saksi memberi keterangan palsu, itu pasal 21 UU Tipikor, kata Sarudi kepada jaksa KPK.

Jaksa KPK mengangguk-angguk atas perintah hakim tersebut. Sarudi melanjutkan pemeriksaan terhadap Eet, sambil memberikan nasihat agar menyampaikan kesaksian yang sebenarnya. Sarudi juga menyebutkan, rakyat rugi memilih Eet sebagai anggota DPRD Bengkalis.

"Jangan gitu lah, mari kita bongkar ini sama-sama. Apa, dimana letaknya, ini kan membongkar supaya membuktikan siapa yang salah kita hukum, siapa yang benar kita bebaskan. Setiap orang dibawa ke sini (pengadilan) tidak selalu salah. Tapi kalau saksinya bohong ya punya konsekuensi, kalau tahu katakan tahu," kata Sarudi.

Untuk diketahui, Amril Mukminin didakwa JPU KPK dalam perkara dugaan gratifikasi. Jumlahnya beragam, ada yang Rp5,2 miliar hingga Rp23,6 miliar lebih.
Uang Rp5,2 miliar berasal dari PT Citra Gading Asritama (CGA) dalam proyek pembangunan Jalan DuriSungai Pakning. Sedangkan uang Rp23,6 miliar lebih itu berasal dari dua pengusaha sawit. Uang itu ada yang dalam bentuk tunai, maupun transfer.

Atas perbuatannya, Amril dijerat dalam Pasal 12 huruf a, Pasal 11, dan Pasal 12B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

632