Jakarta, Gartra.com - Dosen dari Fakultas Hukum Universitas Sahid, Jakarta, Dr. Laksanto Utomo, mengatakan, restorative justice merupakan konsep untuk mengembalikan kerugian keuangan negara dan menghindari dampak kerugian yang lebih besar.
"Kalau kita melihat yang dimaksud restorative justice, kebijakan hukum pidana melalui pendekatan untuk menghindari dampak kerugian yang lebih besar dan meniadakan efek krisis yang timbul," kata Laksanto dalam webbinar bertajuk "Restorative Justice" gelaran Universitas Krisnadwipayana (Unkris), Rabu (8/7).
Pria yang akrab disapa Laks ini, melanjutkan, sesuai pandangan mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun bahwa restorative justice ini menjadi sarana efektif dan efisien dalam optimalisasi pengembalian kerugian negara.
"Karena kalau diperhitungkan secara manajerial akunting apakah restorative justice ini efektif atau tidak, kita perlihatkan ke depan tanpa mengesampingkan rasa keadilan bagi masyarakat," ujarnya.
Adapun tujuan pemberantasan korupsi, lanjut Laksanto, intinya untuk mengembalikan kerugian keuangan atau perekonomian negara. Namun penegak hukum masih sangat jarang menetapkan korporasi sebagai tersangka korupsi untuk menarik kembali uang negara.
"Ini ada beberapa masukan terhadap penegakan hukum pidana korupsi terhadap pelaku korporasi," ujarnya.
Kejaksaan maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih jarang menjerat korporasi meskipun mempunyai kewenangan untuk itu dan korporasi merupakan subyek dari tindak pidana korupsi.
"Kapan dikatakan korporasi dan kapan melakukan tindak pidana, ini juga masih menjadi permasalahan. Memang dinyatakan korporasi dan bagaimana cara pemidanaannya. Ini sesuatu yang perlu bagi penegakan hukum di Indonesia, khususnya bagi pelaku korporasi," ujarnya.
Karena masih jarangnya penegak hukum menjerat korporasi, Laksanto mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menetapkan 13 korporasi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dan pencucian uang terkait pengelolaan keuangan dan investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
"Kemarin Kejagung melakukan langkah-langakah yang baik, ini merupakan terobosan," katanya.
Selain soal restorative justice, Laksanto juga menyoroti soal putusan Mahkamah Agung (MA) yang dinilai tidak tepat, yakni pada putusan perkara Sudjiono Timan dan Barnabas Suebu. Pandangan ini berdasarkan hasil dieksaminasi terhadap dua putusan tersebut.