Jakarta, Gatra.com - Peneliti Center for Indonesia Policy Studies (CIPS), Felippa Ann Amanta menilai, semangat RUU Cipta Kerja dapat memangkas tumpang tindih regulasi yang selama ini dianggap menjadi penghalang masuknya investasi di sektor pertanian, salah satunya di subsektor holtikultura.
"Regulasi yang berlaku selama ini tidak ramah terhadap investasi di sektor pertanian, salah satunya di subsektor hortikultura yang diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura," kata Felippa, di Jakarta, Kamis (2/7).
Felippa menyebut sejumlah pasal dalam RUU Cipta Kerja yang akan mengganti beberapa pasal di UU Hortikultura. Pasal 34 RUU Cipta Kerja misalnya, mengundang sarana hortikultura dari dalam dan luar negeri. Pasal tersebut akan merevisi pasal 33 UU Hortikultura yang mempersulit penggunaan sarana dari luar negeri.
Felippa menambahkan bahwa Pasal 100 RUU Cipta Kerja menyatakan pemerintah mendorong penanaman modal dalam usaha hortikultura, sebagaimana juga di sektor perkebunan dan pertanian secara umum. Pasal tersebut akan merevisi Pasal 100 UU Hortikultira yang membatasi penanaman modal asing hanya untuk usaha besar hortikultura dengan jumlah modal maksimal 30 persen.
"Masuknya investasi dan sarana luar negeri ini bisa dimanfaatkan untuk mendorong produktivitas dan efisiensi di sektor pertanian. Ini mendukung visi Indonesia menjadi lumbung pangan dunia di 2045," ucap Felippa.
Tak hanya membuka investasi, RUU Cipta Kerja diharapkan juga menyederhanakan proses perizinan usaha yang sebelumnya harus melewati birokrasi yang berlapis menjadi satu perizinan usaha dari pemerintah pusat.
"Kemudahan-kemudahan yang diatur dalam RUU Cipta Kerja ini diharapkan membawa dampak positif bagi petani dan pertanian di Indonesia," katanya.