Bantul, Gatra.com - Covid-19 menyingkap rentannya sistem kesehatan dan ekonomi kita. Padahal dua sektor itu telah disediakan secara baik di desa sehingga tatanan baru karena pandemi dapat dimulai melalui revolusi perdesaan.
Hal ini menjadi isi pidato kebudayaan Direktur Jenderal Kebudayaan ementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid saat membuka seri diskusi daring Kongres Kebudayaan Desa yang digelar dari Desa Panggungharjo, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (1/7).
Hilmar menyatakan sektor kesehatan dan pangan mestinya tak sepenuhnya diserahkan ke mekanisme pasar. Dua sektor itu disediakan secara baik di desa melalui kearifan lokalnya dan menjadi solusi di saat pandemi. “Covid-19 menimbulkan kesadaran bahwa kita tidak mungki hidup dengan cara lama tapi dalam tatanan yang manusiawi, adil, dan ramah lingkungan,” ujar Hilmar.
Menurut dia, tatanan baru saat pandemi menjadikan keselamatan sebagai kunci. Semua orang mengembangkan potensi diri demi meningkatkan kualitas hidup, baik melalui teknologi modern maupun khazanah tradisional, seperti pemanfaatan keragaman hayati sebagai obat herbal.
Kehidupan desa pun menjadi inspirasi, meski selama ini ditinggalkan dan sumber daya dikerahkan untuk membangun sektor modern yang ternyata rapuh. “Titik tolaknya adalah desa. Covid-19 mengingatkan kita untuk kembali ke desa, memaksa melihat kembali perjalanan kita dalam memanfaatkan kebudayaan dan teknologi,” tuturnya.
Dengan demikian, menurut Hilmar, tatatan atau normal baru adalah revolusi perdesaan yang sepadan dengan revolusi kebudayaan dan menjadi gerakan interdisipliner.
Gerakan ini merajut perkembangan teknologi modern dengan kekayaan tradisional, kemampuan teknologi digital dengan pranata lokal “Gerakan ini tidak bisa sendirian sehingga semangat gotong royong menemukan wujud nyata,” kata dia.
Sebelumnya, saat membuka Kongres Kebudayaan Desa, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar berharap kongres ini memberi kontribusi lewat pemikiran unik dan inovatif masyarakat desa dalam menyambut normal baru. “Masyarakat desa punya model dan modul yang khas menghadapi pandemi,” ujarnya.
Adapun Wakil Gubernur DIY KGPAA Sri Paduka Paku Alam X mengingatkan masa normal baru sebagai upaya pemulihan. “Normal baru adalah terapi psikis dan cultural healing yang berefek kejut untuk merefleksikan dan introspeksi betapa rapuhnya kehidupan kita kemarin,” tuturnya.
Ia berharap, kongres ini turut membahas pergeseran budaya desa menghadapi kondisi itu. “Dampak covid-19 berkelindan dengan disrupsi teknologi yang belum mapan. Perubahan total itu berkejaran dengan budaya yang belum teridentifikasi secara cermat,” kata dia.