Jakarta, Gatra.com - Komisi I DPR menolak secara keras upaya aneksasi Tepi Barat di Palestina yang merupakan bentuk legalisasi penjajahan yang dilakukan Israel. Perampasan Tepi Barat akan menambah daftar panjang pelanggaran hak asasi manusia di Palestina terhadap masyarakat sipil terutama perempuan dan anak-anak.
"Pernyataan ini disepakati oleh seluruh Poksi (kelompok fraksi) di Komisi I DPR," kata Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid, dalam konferensi persnya di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (30/6).
Pernyataan bersama ini merupakan pandangan seluruh fraksi yang ada di Komisi I DPR RI.
Ada beberapa poin pernyataan resmi Komisi I yang dibacakan oleh Wakil Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari. Komisi I memandang aneksasi Israel atas Tepi Barat dan Lembah Yordan adalah cita-cita penjajah Israel untuk menyita seluruh tanah Palestina dan memusnahkan bangsa Palestina.
Dengan dikuasainya wilayah Tepi Barat, proses kolonialisasi Israel akan semakin mendapat legalitas dan kekuatan, terutama di wilayah Al Quds (Yerusalem) yang kini diklaim sebagai ibu kota Israel.
Okupasi militer Israel atas wilayah tersebut tidak hanya akan melibatkan Israel dan Palestina, akan tetapi semakin mempersulit penyelesaian konflik Palestina-Israel dan memperuncing instabilitas kawasan serta berdampak pada situasi global.
“Komisi I DPR mengecam dan mengutuk keras aneksasi Israel atas Tepi Barat di bawah pemerintahan PM Benjamin Netanyahu. Tindakan Israel tersebut bertentangan dengan hukum, parameter, prinsip, dan kesepakatan internasional terutama dengan resolusi-resolusi Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB terkait konflik Palestina-Israel,” ujar Abdul.
Komisi I juga mendesak PBB, organisasi dan komunitas internasional untuk mengintervensi situasi krisis di Palestina dengan mengutamakan tindakan kemanusiaan (humanitarian action) untuk perlindungan warga sipil Palestina yang menjadi korban memburuknya situasi kemanusiaan termasuk korban penangkapan, penyiksaan dan bahkan pembunuhan oleh otoritas Israel.
Komisi I juga menyerukan kepada seluruh anggota Parlemen dan Pemerintah di seluruh dunia beserta komunitas internasional untuk memperjuangkan resolusi damai untuk Palestina merdeka.
“Para pemimpin negara dan anggota parlemen sedunia harus bersatu untuk mencegah aneksasi dan melindungi prospek solusi dua negara (two state solution) dan resolusi yang terbaik untuk mengakhiri penjajahan Israel atas Palestina,” katanya.
Ini sejalan dengan resolusi Majelis Umum PBB Nomor 181 tahun 1947 yang memberikan mandat berdirinya negara Arab (Palestina) dan negara Yahudi (Israel) yang masing-masing berstatus merdeka dengan Yerusalem sebagai wilayah di bawah kewenangan internasional (Special International Regime), dan diberikan status hukum dan politik yang terpisah (separated body).
Sikap resmi Komisi I tersebut akan disampaikan kepada pemerintah melalui Kemenlu RI serta duta besar negara-negara sahabat agar diketahui bersama.