Karanganyar, Gatra.com - Kekerasan terhadap perempuan dan anak diduga makin intens terjadi selama pandemi Covid-19. Masyarakat pun diminta berani melapor ke Satgas perlindungan anak dan perempuan di tingkat desa, kecamatan maupun kabupaten.
Hal itu dikemukakan Kasi Perlindungan Anak (PA) Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Karanganyar, Agus Wibawanto kepada wartawan di kantornya, Selasa (30/6).
“Sebenarnya fokus kita menyisir di daerah pinggiran yang relatif masih kurang teredukasi tentang pentingnya hak perempuan dan anak. Kekerasan dalam rumah tangga dianggap biasa. Padahal itu mengarah ke pelanggaran hukum. Kami meminta masyarakat berani melapor,” katanya.
Di masa pandemi Covid-19, forum anak selaku perpanjangan tangannya tetap aktif berorganisasi dan menjalankan fungsinya. Meski, dilakukan secara daring.
Ia berharap dari forum tersebut memberi manfaat nyata ke masyarakat. Terutama mengedukasi pengarusutamaan hak anak. Selain dari forum anak, DP3AP2KB juga menjalin kerjasama dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Karanganyar.
Ia menyebut masa pandemi Covid-19, kasus-kasus kekerasan dimungkinkan terjadi. Kesulitan ekonomi akibat pandemi menjadi salah satu faktor pemicu kekerasan dalam rumah tangga. Ujung-ujungnya, anak menjadi pelampiasan.
Agus mengatakan, salah satu kasus terkait perundungan seorang anak yang tertangkap basah mencuri celana dalam. Kasus itu terjadi di tengah KLB Covid-19 pada April lalu. Di media sosial, beredar video anak tersebut dipukul dan dipaksa mengenakan celana dalam di kepalanya. Banyak komentar netizen mencela anak tersebut. Tapi tidak sedikit yang menyayangkannya dan menaruh iba. Mereka mendesak aparat penegak hukum melindungi anak tersebut dari aksi perundungan yang berkepanjangan.
Agus mengatakan data kasus kekerasan perempuan dan anak disusun tiap enam bulan. Data terakhir mencatat 37 kasus kekerasan dengan lima diantaranya kekerasan seksual. Dari lima kasus itu, satu telah selesai dengan mediasi sedangkan lainnya berlanjut sampai meja hijau.
Ia menyebut aksi perundungan minim dilakukan di sekolah selama masa pandemi Covid-19 karena kegiatan belajar mengajar (KBM) dibatasi. Namun belum tentu perundungan tidak terjadi di lingkungan tempat tinggalnya.
“Sudah dibentuk forum anak tingkat kecamatan dan kabupaten. Kami sedang memproses ada di tingkat desa/kelurahan. Manfaatkan forum-forum ini untuk berkonsultasi,” katanya.