Tapanuli Tengah, Gatra.com - Oknum Aparat Sipil Negara (ASN) Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Sumatera Utara (Sumut), berinisial EWT, terduga pemalsu dokumen rapid test, terancam pidana penjara maksimal enam tahun. Sebelumnya dia juga terancam dipecat sebagai ASN/Pegawai Negeri Sipil (PNS) pimpinannya Bupati Tapteng, Bakhtiar Ahmad Sibarani.
Ancaman penjara maksimal enam tahun ini sesuai pasal yang dikenakan Polres Tapteng kepada EWT bersama dengan seorang temannya MAP. Mereka diancam pasal 263, subsider 268 ayat (1) dan pasal 55.
"Untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka, kedua tersangka EWT dan MAP diancam pasal 263, subsider 268 ayat (1) dan pasal 55," kata Kapolres Tapteng, AKBP Nicolas Dedy melalui Kasat Reskrim, AKP Sisworo, kepada wartawan di Mapolres Tapteng, Senin (29/6), terkait perkembangan kasus dugaan pemalsuan dokumen rapid test yang dilakukan EWT dan MAP.
Sisworo mengatakan berdasarkan hasil pemeriksaan, tersangka EWT telah mengeluarkan ratusan lembar suket rapid test palsu kepada calon penumpang kapal tujuan Nias. Puluhan penumpang kapal sudah lolos masuk pulau Nias. "Sejumlah alat bukti seperti komputer, printer, alat rapid test, surat keterangan, stempel, dan jarum suntik untuk mengambil darah, sudah kami sita," imbuh Sisworo.
Sisworo menjelaskan, niat tersangka (TSK) EWT mengeluarkan suket rapid test palsu ini, bermula pada Senin (22/6) itu, ketika seorang warga bernama Pius datang ke Klinik Yakin Sehat menanyakan apakah klinik tersebut bisa mengeluarkan suket rapid test. Tersangka EWT juga kebetulan bekerja di klinik tersebut selain di Rumah Sakit Umum (RSU) Pandan.
"Tapi karena klinik itu tidak bisa mengeluarkan suket rapid test, maka timbul niat tersangka EWT untuk mengeluarkan suket rapid test palsu. Dia bekerja di bagian Laboratorium RSU Pandan. Tersangka pun lalu mencetak kop surat RSU Pandan dan memalsukan tanda tangan dokter bagian laboratorium RSU Pandan, terangnya.
Selanjutnya sambung Sisworo, tersangka EWT dalam modusnya menyuruh seorang rekannya sesama perawat di klinik Yakin Sehat, yakni MAP, 30, mengambil sampel darah Pius, calon penumpang kapal tersebut di rumahnya di Kota Sibolga. Hasilnya kemudian diserahkan kepada EWT. Pius sendiri merupakan orang yang sebelumnya datang ke Klinik Yakin Sehat mempertanyakan suket rapid test tersebut.
"Selanjutnya tersangka EWT mengeluarkan suket palsu tersebut dan menyerahkannya kepada Pius. Demikian berikutnya, tersangka MAP kembali melakukan pengambilan darah atas perintah tersangka EWT kepada calon penumpang lain, Ivan, yang juga warga Sibolga," imbuh Sisworo.
Semua aksi itu lanjut Sisworo dilakukan tersangka EWT di klinik Yakin Sehat. Semua alat rapid test yang digunakan dibeli tersangka EWT secara online dengan harga antara Rp160-190 ribu/unit. "Sementara tarif yang dikenakan tersangka EWT untuk satu suket antara Rp200-250 ribu/lembar," tukasnya.
Tersangka EWT mengaku menyesal dengan perbuatannya itu telah membuat suket rapid test palsu tersebut. "Saya lakukan itu atas kemauannya saya sendiri," ucap EWT singkat.
Sementara tersangka MAP, mengaku kalau ia sama sekali tidak tahu dari awal apa maksud dan tujuan dari pengambilan sampel darah seperti yang dimintakan/disuruh oleh tersangka EWT kepadanya saat itu. "Saya hanya sebatas menuruti saja kemauan dia (tersangka EWT) ketika dia (Tersangka EWT) meminta tolong kepada saya untuk mengambil darah tersebut," katanya.
Munculnya kasus dugaan pemalsuan dokumen atau suket rapid test ini bermula dari temuan surat hasil rapid test yang diduga palsu milik sejumlah calon penumpang kapal penyeberangan tujuan pulau Nias di Pelabuhan Sibolga, Jumat (26/6) malam lalu. Puluhan calon penumpang kapal tersebut pun akhirnya gagal berangkat pada malam itu juga, karena dokumen/suket rapid test kesehatan disinyalir palsu.
Hal itu terungkap ketika Gugus Tugas dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Sibolga melakukan check point (pemeriksaan) kesehatan dan dokumen orang sebagai syarat untuk diizinkan naik keatas kapal menuju Nias. Hasilnya ditemukan sejumlah suket rapid test calon penumpang yang tidak sesuai ketentuan.
Menurut Koordinator KKP Sibolga, Edison Gultom, tim verifikasi tidak menemukan nomor surat pada surat keterangan rapid test yang dikeluarkan oleh dokter rumah sakit ataupun puskesmas milik para calon penumpang. "Harusnya surat mereka ada nomornya dari laboratorium," kata Edison.
Sementara Gaho, salah seorang calon penumpang yang gagal berangkat kepada wartawan sebelumnya mengaku telah membayar Rp250 ribu untuk pengurusan surat keterangan rapid test itu. Bahkan kata dia, dia juga bersama dengan 12 anggota keluarganya mengurus surat tersebut. Mereka ingin menyeberang ke pulau Nias untuk melayat orang tua mereka yang telah meninggal dunia.
Pengungkapan dan penangkapan kedua tersangka EWT dan MAP sebelumnya dilakukan oleh pihak Reskrim Polres Sibolga. Namun karena tempat kejadian perkara (TKP) berada diwilayah hukum (Wilkum) Polres Tapteng dan adanya laporan dari atasan langsung tersangka EWT, yakni Kepala Laboratorium RSU Pandan kepada pihak Polres Tapteng pada Jumat (26/6) itu juga, maka Polres Sibolga melimpahkan kasusnya kepada pihak Polres Tapteng.