Semarang, Gatra.com - Kalangan perguruan tinggi (PT) di Indonesia sudah saatnya menerapkan pola pembalajar berbasis daring (online). Terlebih lagi dengan adanya aplikasi perangkat lunak Learning Management System (LMS) yang semakin memudahkan dalam pembelajaran daring.
Hal ini dikatakan Staf Khusus Wakil Presiden RI, Prof. Mohamad Nasir dalam “Webinar SDGs seri ke-5” bertema “Sistem Pembelajaran Daring yang Berkualitas di Era New Normal” digelar Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Senin (29/6).
Menurut Nasir, LMS diibaratkan sebuah rumah belajar yang mempersatukan mahasiswa, dosen, serta pihak universitas, dan karyawan dalam mendistribusikan tugas-tugas pembelajaran maupun informasi akademis kepada mahasiswanya, dalam satu platform.
“Sistem LMS akan memberikan interaksi penuh antara sesama mahasiswa dan antara dosen dengan mahasiswa baik secara langsung dan terjadwal,” katanya.
Lebih lanjut, mantan Menteri Riset Teknologi dan Pergurun Tinggi ini menyatakan, deberapa negara telah menggunakan sistem LMS untuk menyelenggarakan e-learning, jauh sebelum pandemi Covid-19 melanda dunia.
Untuk penyimpakan data, lanjut Nasir sudah ada software yang cukup baik yakni Brightspace yang telah banyak dipakai di kampus di Canada, Harvard University, dan Amerika Serikat.
“Software Brighstpace ini memiliki penyimpanan data handal menggunakan layanan penyimpanan data Amazon. Sudah PT di Indonesia menuju modernisasi,” ujarnya.
Sementara, Rektor Undip Prof. Yos Johan Utama dalam kesempatan sama menyatakan, pandemi Covid-19 membuat percepatan revolusi industri 4.0 datang lebih awal dari yang diperkirakan masih sekitar tiga tahun lagi.
Oleh karenanya, menurutnya, kalangan PT dituntut untuk berubah sangat cepat daria pembelajaran off line atau tatap muka menjadi online.
Memang masih ada kendala sistem pembelajaran daring, misalnya para dosen PT sebagian belum siap, jaringan internet belum merata sehingga tidak semua mahasiswa bisa mengakses, serta mahalnya biaya kuota data.
“Jika dihitung estimasi biaya untuk membeli paket data dalam sebulan yakni Rp150.000 x 6 bulan x 55.000 jumlah mahasiswa Undip maka total mencapai Rp 49 miliar biaya yang dibutuhkan dalam satu semester,”ujar Prof. Yos .
Pembicara lain, Rektor Universitas Terbuka, Prof . Ozat Darojat menyatakan telah mengimplementasikan sistem pembalajaran online ini sejak mahasiswa melakukan regristasi hingga pelaksanaan ujian.
“Sistem ujian online berbasis web, bisa dilakukan di manapun asal ada jaringan. Dalam pelaksanaan ujian, mahasiswa diawasi mesin menggunakan face screening yang bisa mendeteksi kecurangan,” jelas dia.