Pekanbaru, Gatra.com - Sorotan atas rancangan undang-undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) bila terus berlanjut, dapat menggerus kemenangan PDI Perjuangan pada pilkada serentak 2020. Hal itu diungkapkan pengamat komunikasi politik dari Universitas Muhammadiyah Riau, Aidil Haris.
Menurut Aidil,kritikan terhadap RUU itu bakal menimbulkan efek politik bagi PDI Perjuangan dalam menghadapi pilkada 2020. Namun efek politik tersebut sangat dipengaruhi tipikal daerah yang ditempati pemilih.
"Bagi daerah-daerah yang bukan basis PDI Perjuangan, berita penolakan RUU HIP jika terus berlanjut bakal terdampak terhadap peluang menang PDI P dalam pilkada. Untuk Riau, saya yakin target kemenangan 60% tidak akan tercapai dengan kondisi semacam ini," jelasnya melalui sambungan seluler, Jum'at (26/6).
Baca juga: RUU HIP dan Pasal Kontroversinya
Lanjut Aidil, jika penolakan RUU HIP ini berujung pada mencuatnya politik identitas agama, maka upaya pemenangan pilkada bakalan sulit. Ia mencontohkan kekalahan PDI P dalam gelaran pilkada DKI 2017, pilkada yang sarat politik identitas.
"Di DKI kan kalah gara-gara itu. Nah, di daerah-daerah yang secara kultural tidak identik dengan PDI P, tentu juga bakal ada ekses yang ditimbulkan. Dan mengingat pendaftaran cakada pada September 2020, maka pemberitaan terkait penolakan RUU HIP kalau intensitasnya meningkat bakal memberikan pengaruh pada pilkada Desember mendatang," tukasnya.
Adapun RUU HIP menuai sorotan lantaran absennya TAP MPRS No XXV/MPRS/1966. Keputusan MPRS tersebut memuat ketentuan pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) dan PKI sebagai organisasi terlarang, termasuk larangan menyebarkan paham komunisme, Marxisme, dan Leninisme. Selain itu RUU yang digawangi PDI P ini dikhawatirkan dapat menghilangkan makna sila pertama Pancasila tentang 'Ketuhanan Yang Maha Esa'. Hal ini memicu kekhawatiran dikalangan organisasi massa Islam, seperti Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama. Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta pembahasan RUU itu dihentikan.