Jakarta, Gatra.com - Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Amany Lubis, mengatakan, perempuan mempunyai gaya kepemimpinan (leadership) yang khas.
"Kepemimpinan perempuan memang memiliki kekhasan, selain biasa menangani beberapa pekerjaan sekaligus," kata Amany dalam webbinar bertajuk Women in Leadership.
Orang nomor satu di UIN Jakarta ini mengungkapkan, dalam memimpin, perempuan juga bukan hanya menggunakan sisi yang rasional saja, tetapi juga hati.
"Perhatiannya sepanjang hari itu juga melihat mana yang perlu dari sisi kasih sayang, hearing, empati, dan itu bisa di-manage perempuan," ujanrnya, Selasa (23/6).
Menurutnya, perempuan juga bisa mengelola (manage) perasaan. Bukan hanya membagi waktu kerja yang harus patuh aturan dan juga detail, tetapi perempuan juga berbagi dalam hal yang rasionalnya dan yang menggunakan hati.
"Saya, dari muda sudah bekerja di rumah, lalu di organisasi, kemudian di kampus dan ada kerja-kerja sosial. Semua itu bisa dilakukan dalam waktu 24 jam. Saya kira, bapak-bapak juga bisa, tapi kita [perempuan] sudah terbiasa," ungkapnya.
Kedua hal di atas, lanjut Prof. Amany, merupakan kelebihan dalam kepemimpinan perempuan, sehingga dalam kepemimpinan seorang perempuan cenderung merangkul, bersama-sama, dan menghormati semua kolega.
"Kalau saya pribadi, saya juga tidak merasa lebih tinggi dari yang lain. Saya tidak merasa seperti bos, tapi mengayomi semua. Menerima pendapat dari semua, tetapi tetap perlu ketegasan," kataya.
Soal ketigasan, lanjut Amany, pemimpin harus mampu menerapkannya secara tepat, yakni kapan harus tegas dan lembut. "Itulah menurut saya kekhasan kita [perempuan]. Mudah-mudahan, bisa dipahami hal itu sebagai kelebihan kepemimpinan perempuan."
Tentunya, lanjut Amany, kepemimpinan perempuan pun tak luput dari tantangan. Ini yang membuat manusia berpikir dan kembali bangun serta tidak menyerah untuk melewat tantangan. Tantangan harus dijadikan sebagai peluang untuk pemberdayaan dan perbaikan, atau menjadikan seseorang itu lebih kuat.
Ia mencontohkan, pandemi coronavirus disease 2019 ini bukan suatu yang harus diratapi, namun harus dijadikan sebagai penantik semangat pada diri masing-masing serta lingkungan atau masyarakat agar bisa sama-sama bisa produktif dan juga menjadi berguna bagi lingkungan.
Sedangkan tantangan untuk perempuan di era Covid-19 ini, Amany, mengatakan, jangan hanya melihat kondisi sulit, tetapi sebaliknya. Saat pendemi, masyarakat termasuk perempuan diimbau tidak ke luar rumah jika tidak ada keperluan mendesak. Ini tentunya menjadi tantangan, terlebih bagi wanita karier.
"Biasanya, wanita karier itu aktif. Bahkan di kampus tiap hari dari terbit matahari sampai terbenam sepertinya kita harus di kampus. Hal itu sudah biasa dan wajar adanya," kata dia.
Pada masa Covid-19 ini semua berbalik dan mayoritas aktivitas dikerjakan dari rumah. "Saya senang, sebab di awal karier, saya tidak bekerja sampai memiliki tiga anak. Sampai kemudian menjadi PNS. Setelah PNS baru saya agak sibuk di luar setelah membesarkan anak-anak," ungkapnya.
Menurut Amany, tantangan itu harus dicari solusinya dan siap menerima tantangan selanjutnya karena tantangan perempuan itu datang dari dari berbagai sisi. Tantangan tersebut baik di keluarga, masyarakat, dan di dunia kerja.
"Saya kira tantangan kita adalah, bagaimana memberikan solusi bagi situasi yang ada, lalu kita bersabar dan bersyukur. Sebagai mahluk Allah yang beriman, syukur dan sabar itulah obat bagi segalanya. Bahkan juga tips bagi segala keberhasilan," katanya.
Dalam era pandemi ini, masyarakat membutuhkan peran sivitas akademika. Untuk kalangan kampus, misalnya di UIN Jakarta, mahasiswa dari luar daerah tidak bisa pulang, namun mereka memerlukan makan.
Untuk mengatasinya, Amany sempat terbersit atau mempunyai ide untuk mendirikan dapur umum guna membantu para mahasiswa perantau. Ide ini bisa terwujud berkat kerja sama semua pihak.
Para sivitas akademika awalnya berpikir ini tidak bisa dilakukan karena pemberian bantuan baru bisa dilakukan jika terjadi bencana. Terlebih, saat ini tukang masak juga pulang ke daeranya.
Amany pun memaparkan konsep dapur umum yang dimaksudnya. Ia mengatakan, ini bisa bekerja sama dengan warung makan dan mahasiswa makan di sana tidak usah bayar. Ide ini pun diterima, sekitar 25.000 porsi makanan telah diterima mahasiswa, khususnya saat bulan puasa lalu. Bahkan, pada masa PSBB, 1.200-an lebih mahasiswa tertolong dengan program itu.
Awalnya, ungkap Amany, ada mahasiswa yang mengusulkan agar makanan yang diberikan berupa makanan siap saji dan sembako karena kendala relatif jauhnya lokasi warung makan dan berbagai kendala lainnya.
Seiring berjalannya waktu, bantuan terus berdatangan, termasuk berupa sembako. "Alhmdulillah bantuan di lembaga filantropi kami, saat ini ada Rp800 juta, sembako tidak terhitung banyaknya dan sampai sekarang masih terus dibagikan. Intinya, kalau ikhlas beramal dan bersedekah, ternyata yang datang lebih banyak lagi. Ini pelajaran penting dari masa Covid-19 ini," ungkapnya.