Jakarta, Gatra.com – Pemerintah wajib waspada dengan memburuknya ekonomi pasca hantaman pandemi. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakan pemerintah tengah menyiapkan skenario resesi bilamana pertumbuhan ekonomi nasional kuartal III-2020 negatif menyusul kuartal II. Meski pemerintah belum mengumumkan, Sri mengatakan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 diperkirakan turun sebesar minus 3,8 persen.
“Kami berharap kuartal III dan kuartal IV 2020 [pertumbuhan ekonomi] 1,4 persen atau kalau dalam negatif bisa minus 1,6 persen. Itu technically, bisa resesi kalau kuartal III negatif dan secara teknis Indonesia bisa masuk zona resesi,” ungkap Ani saat rapat bersama Komisi XI DPR, Senin (22/6).
Pemerintah menurutnya akan berupaya keluar dari perangkap resesi dengan memacu pertumbuhan positif pada kuartal III-2020 yakni di kisaran 1,4 persen. Di saat yang sama, pemerintah turut menyiapkan skenario lain yakni pertumbuhan ekonomi yang jatuh hingga minus 1,6 persen pada periode tersebut.
Selain itu pemerintah berupaya memulihkan ekonomi nasional hingga akhir tahun 2020 dengan menggagas program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang anggarannya mencapai Rp695,2 triliun. Anggaran itu terdiri dari pembiayaan sektor kesehatan sebesar Rp 87,55 triliun, perlindungan sosial Rp203,9 triliun, insentif dunia usaha Rp120,61 triliun, insentif bagi UMKM Rp123,46 triliun, pembiayaan korporasi Rp53,57 triliun, dan sektoral K/L dan pemda sebesar Rp106,11 triliun.
Pengamat kebijakan publik Wibisono mengatakan dirinya turut mengapresiasi PEN yang digagas pemerintah. Ia mengharapkan program tersebut betul-betul konkret berjalan dan bukan sekadar visual angka-angka.
“Jika dikalkulasi maka angka (Rp695,2 triliun) tersebut setara 4,2% terhadap produk domestik bruto (PDB). PDB Indonesia kalau diukur dengan paket revisi Perpres 54 maka kita memberikan stimulus hampir 4,2% dari PDB, terus kemana anggaran ini?. Karena di masyarakat masih terjadi penarikan uang untuk rapid test sebesar Rp400 ribu, ini terjadi di Bandara Soekarno Hatta,” ucapnya dalam keterangan kepada Gatra.com, Selasa (23/6).
Pemberlakuan Perppu No.1 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Keuangan Negara telah merevisi alokasi anggaran penanganan pandemi Covid-19 sehingga anggaran membengkak menjadi Rp695,2 triliun. “Dengan kondisi membengkaknya anggaran negara untuk penanganan Covid-19, maka akan berdampak pada perhitungan APBN yang berpengaruh pada tingkat pertumbungan ekonomi nasional, saat ini pertumbuhan pada kuartal II minus 3,8%,” katanya.
Sebelumnya angka proyeksi ekonomi di kuartal II yang negatif juga dikonfirmasi oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Hal itu terlihat dari beberapa indikator mulai dari penjualan mobil yang “terjun bebas” 93,21%, penjualan motor yang turun 79,31%, demikian juga impor bahan baku.
“Menkeu sepertinya akan 'putar otak' agar ekonomi Indonesia bangkit lagi bulan depan. Selain itu sinyal lainnya juga bisa dilihat dari jumlah penumpang angkutan transportasi. Di sektor udara terjadi penurunan 87,91% di kuartal II-2020," tambahnya.
Wibi mengatakan kemerosotan pertumbuhan ekonomi Indonesia disebabkan oleh kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kemerosotan ekonomi tersebut tidak hanya dialami Indonesia melainkan seluruh dunia, bahkan ekonomi global diprediksi negatif hingga minus 7%.
Menurutnya tidak mudah bagi pemerintah untuk memeroleh dana masuk untuk memperkuat APBN karena hampir semua sektor lumpuh dalam kurun waktu enam (6) bulan terakhir. Pembina Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara (LPKAN) itu menerangkan masyarakat wajib tahu tentang program konkret pemerintah dari mana anggaran Covid-19 itu diperoleh dan seperti apa realisasinya.
“Rakyat perlu mengetahui secara terbuka dana dari mana pemerintah akan menambal APBN yang sudah defisit berat dan minus ini?. Apa berhutang dari Bank Dunia dan IMF? atau berhutang pada Cina?. Hal inilah yang harus dijelaskan oleh menteri keuangan karena dengan adanya penambahan dana program PEN yang begitu besar dikhawatirkan untuk diselewengkan ke tempat lain seperti untuk menambal utang-utang BUMN yang menumpuk,” kritiknya.