Jakarta, Gatra.com - Pengamat Politik dan Hukum, Standarkiaa Latief mempertanyakan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan PT Salve Veritate. Padahal, perusahaan ini dipimpin Benny Simon Tabalajun yang jadi tersangka atas dugaan kasus tindak pidana pemalsuan akta autentik tanah.
Ia menduga, putusan MA ini tidak transparan dan terdapat permainan dalam proses penetapannya. Terlebih, Badan Pertahanan Nasional (BPN) yang telah membatalkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) PT Salve Veritate.
“Kalau dilihat dari penetapan PTUN yang memenangkan pihak korban Abdul Halim dan surat BPN telah membatalkan, serta penetapan tersangka terhadap pimpinan PT Salve Veritate, yang menjadi pelaku pemalsuan sertifikat, harusnya MA mempertimbangkan untuk memenangkan PT Salve yang dimiliki tersangka,” katanya di Jakarta, Minggu (21/6).
Dia menilai, ranah hukum peradilan saat ini rentan dengan mafia peradilan dan mafia hukum. Pasalnya banyak pihak yang dirugikan akibat ulah oknum atau mafia peradilan.
Ia meminta korban yang dirugikan atasan putusan MA ini, melaporkannya ke Komisi Yudisial (KY). Selain itu, MA juga harus bisa kembali mempertimbangkan kembali putusan yang memenangkan PT Salve Veritate itu.
“Harusnya MA menangkan pihak korban, yakni Abdul Halim bukan malah menangkan PT Salve yang sudah jelas status pemiliknya sebagai tersangka pemalsuan akta tanah yang diproses hukum. Putusan MA harus dipertanyakan apa alasannya bisa memenangkan putusan pihak PT Salve yang pimpinannya menjadi tersangka penipuan akta autentik,” tegasnya.
Ia menjelaskan, kejanggalannya dimulai sejak terbitnya sejumlah SHGB atas tanah yang bukan hak milik PT Salve Veritate. Lantaran, penerbitan akta tanah harus berdasar pada sejumlah dokumen prinsip. Artinya, telah terjadi pemalsuan sejumlah dokumen prinsip yang dijadikan sebagai alas penerbitan SHGB itu.
“Maka patut diduga kuat, bahwa telah terjadi persekongkolan jahat para pihak pemangku kebijakan di masing-masing struktur birokrasi terkait kepentingan ‘melegalisasi’ objek tanah milik Abdul Halim,” ujar Kiaa.
Diketahui, Kasus ini bermula dari persoalan sengketa tanah seluas 52.649 meter persegi di Kampung Baru RT09/08, Kelurahan Cakung Barat, Kecamatan Cakung Kota, Jakarta Timur. Abdul Halim yang merasa menjadi korban dalam sengketa ini membuat laporan polisi dengan nomor laporan LP/5471/X/2018/PMJ/Ditreskrim, tertanggal 10 Oktober 2018.
Selanjutnya, pada Mei 2020 lalu, Kasubdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP M Gofur membenarkan hal ini. Polda Metro Jaya menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan akta autentik tanah, yakni Pimpinan PT Salve Veritate Benny Simon Tabalajun dan rekannya, Achmad Djufri.