Jakarta, Gatra.com - Kasubdit Barang dan Kemasan Direktorat Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkukan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ujang Solihin Sidik, mengatakan, konsep ekonomi sirkular dapat mengurangi kebutuhan impor limbah plastik Indonesia.
"Impor limbah non-B3, terutama plastik ini menjadi persoalan kita. Kami sedang membangun roadmap bagaimana ke depan kita tidak boleh tergantung pada impor," kata Ujang dalam webbinar, Jumat (19/6).
Dalam webbinar bertajuk "Bangkit dari Pandemi: Mendorong Ekonomi Sirkular untuk Masyarakat dan Bumi yang Lebih sehat" gelaran Danone-Aqua itu, Ujang menyampaikan, salah satu caranya adalah dengan mengoptimalkan pengolahan limbah plastik dalam negeri.
"Kita optimalkan yang ada di dalam negeri, sampahnya masih cukup baik, produknya banyak. Jadi ke depan Indonesia inging mengurangi bahkan menutup sama sekali [impor], akan kita penuhi dari dalam negeri," ujarnya.
Menurutnya, daur ulang sampah plastik juga akan mengurangi kebutuhan bijih plastik yang dibuat dari bahan fosil yakni minyak bumi, sehingga penggunaan virgin plastik ini harus segera dikurangi.
"Kalau kita daur ulang sampah plastik, itu juga mengurangi kebutuhan virgin plastik, karena virgin plastik itu diambil dari fosil, dari minyak dan ini harus segera dikurangi," ujarnya.
Sedangkan soal hasil penelitian dari ?Dr. Jenna Jambeck yang menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara kedua terbesar di dunia yang membuang sampah plastik ke laut, Ujang mengatakan, Indonesia sudah mempunyai data terbaru.
"Jadi pemerintah sudah mengeluarkan data terbaru, base line timbunan sampah plastik di laut sudah secara resmi disampaikan. Bahwa sampah laut berdasrkan hasil riset LIPI yaitu jumlahnya 0,27-059 juta ton," ujarnya.
Menurut Ujang, angka tersebut jauh dibanding dengan angka yang dikeluarkan Jenna Jambeck. Jambeck menyebut angka maksimalnya mencapai 1,3 juta ton.
"Ini salah satu jawaban pemerintah Indonesia yang ingin membuktikan tidak sebanyak itu nyampahnya di laut. Ini hasil riset dan akan dilakukan perbaikan-peraikan," tandasnya.
Senada dengan Ujang, peneliti dari Sustainable Waste Indonesia (SWI), Dini Trisyanti, mengatakan, Indonesia tidak perlu memiliki ketergantungan pada impor plastik jika daur ulang sampah plastik di dalam negeri bisa dilakukan secara optimal.
"Ada data plastik, di Indonesia itu jumlah plastik yang dikonsumsi penduduk ada 5,6 juta ton. Ternyata dari 2,3 juta ton pertahun dipenuhi dari produksi domestik. Ada 1/3 dari impor dan 1/3 dari daur ulang," katanya.
Angka 1/3 untuk pasokan dari ulang plastik tersebut sepertinya cukup besar. Namun angka ini perlu dicermati karena merupakan gabungan dari pos consumers, industrial, dan skrab impor.
Sepertinya daur ulang itu besar, tapi harus dicermati, ini gabungan dari pos konsumer, industrial, skrab impor. Pada tahun 2017, SWI melakukan riset. Hasilnya, daur ulang sampah plastik di Indonesia masih kecil, yakni. 0,36 juta ton dari total sampah plastik 5,6 juta ton.
"Jadi kontribusinya 20% dari daur ulang. Ini masih sangat potensial. Jadi gap yang sangat besar dan bisa sekaligus menyelesaikan 2 masalah, bisa mengurangi proporsi impor dan mengurangi sampah yang ke TPA atau lingkungan," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Sustainable Development Danone Indonesia, Karyanto Wibowo, menyampaikan, Green Procurement Policy ini merupakan salah satu yang ditunggu-tunggu kalangan industri.
"Ini salah satu intensif sehingga akan kita kembangkan lagi. Kita di Danone-Aqua kita semaksimal mungkin untuk bisa menerapkan konsep sirkular ekonomi di bisnis model kita dengan program kampanye #BijakBerplastik.
Sementara untuk mendukung program pemerintah mecegah masuknya sampah plastik ke laut melalui sungan, lanjut Karyanto, pihaknya pun sangat mendukung dan telah mulai melaukan pencegahan.
"Pelastik masuk lewat sungai, kita pakai alat mencegah, kita akan kembangkan di beberapa sungai setelah Jakarta," ujarnya.