Jakarta, Gatra.com - Menteri Pendidikan dan kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim mengatakan, alasannya mengeluarkan Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020 yang mengatur keringanan UKT pada mahasiswa, didorong oleh suara-suara masukan dari mahasiswa di lapangan.
Menurutnya, berbagai komplain atau kritik yang disampaikan mahasiswa terkait UKT di beberapa Universitas Negeri di Indonesia, merupakan komplain yang valid. Hal itulah yang melatar belakangi keputusan Kemendikbud untuk membuat regulasi yang mengatur keringanan UKT.
“Kami dengar dari berbagai grup-grup mahasiswa, dosen rektor, dan seterusnya, yang banyak sekali memberikan komplain yang sangat valid. Jadi, kami menciptakan rumah regulasi untuk mendorong semua perguruan tinggi kita untuk melakukan relaksasi dan keringanan UKT. Ini diharapkan bisa menjawab kondisi krisis ekonomi yang dihadapi mahasiswa dan keluarganya,” kata Nadiem saat telekonferensi daring, Jumat (19/6).
Nadiem pun mengakui, bahwa wabah pandemi Covid-19 nyatanya tidak hanya menyerang sektor kesehatan, namun juga sektor ekonomi mahasiswa dan keluarga mereka. Dia tidak ingin, melihat mahasiswa harus kehilangan masa depan dan tidak sekolah karena tidak bisa membayar biaya perkuliahan.
“Kami rasa fair dan adil bahwa mahasiswa tidak secara disproporsional mendapatkan beban. Karena pendidikan ini nomor satu. Kalau mereka tidak dapat pendidikan dan harus keluar dari sekolah atau perguruan tinggi maka kualitas hidup mereka akan terdampak hingga seumur hidup. Jadi, Ini harus kita bantu sekarang,” jelasnya Nadiem.
Sebelumnya, Mendikbud telah merilis Permendikbud nomor 25 Tahun 2020 yang mengatur tentang kebijakan keringanan dan penyesuaian UKT. Melalui kebijakan tersebut, terdapat 5 jenis keringanan UKT yang bisa didapat mahasiswa diantaranya berupa Cicilan UKT, Penundaan Pembayaran UKT, Penguranan Biaya UKT, Beasiswa, dan Bantuan Infrastruktur lainnya.