Home Gaya Hidup Tradisi Berkah Terhalang Wabah

Tradisi Berkah Terhalang Wabah

Wujud rasa syukur atas karunia alam tetap dijalankan oleh masyarakat Jawa Tengah. Di masa wabah Covid-19, ritual tak boleh gagal. Di langsungkan secara sederhana menjadi pilihannya, agar keberkahan mengaliri menjadi kesejahteraan milik semua.

Seperti halnya pada tradisi wiwit padi di Desa Jambean Kidul, Kecamatan Margorejo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, digelar secara sederhana di masa pandemi Covid-19. Budaya turun-temurun ini merupakan wujud syukur kepada Tuhan, sebelum petani memanen padi.

Tradisi jika pada tahun sebelumnya, budaya dimulai dengan mengarak kepala kambing dari permukiman menuju area persawahan, tahun ini ditiadakan untuk menghindari kerumunan massa.

Tahun ini tetap menggunakan daging kambing, namun secara sederhana hanya dinikmati di pinggir Sungai Silugonggo. Ritual doa dilakukan secara tirakatan, sebagai wujud syukur setiap menjelang panen perdana.

“Kita tirakatan. Berdoa bersama di pinggir sungai kemudian makan bersama daging kambing, lalu mengubur kepala dan kaki kambing, kalau dulu diarak,” ujar Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Jambean Kidul, Kamelan, Kamis (18/6).

Dikuburnya kepala dan kaki kambing, memiliki makna syukur kepada Tuhan yang telah memberikan kesuburan tanah untuk bercocok tanam. Sementara untuk bagian lainnya, diolah secara bergotong-royong untuk kemudian dimakan bersama warga di area persawahan.

“Setelah proses itu, kita potong padi. Kami hanya meneruskan tradisi turun-temurun, sebelum saya lahir sudah ada. Nguri-uri adat istiadat, kami berkomitmen untuk melestarikan karena tradisi ini positif,” jelasnya.

Selain sebagai wujud syukur, ia menambahkan dengan adanya tirakatan ini pagebluk di Indonesia bahkan dunia bisa sirna. Sehingga masyarakat bisa beraktivitas seperti biasa tanpa khawatir.

Dari lahan 400 hektare sawah di Jambean Kidul pada panen MT kedua ini, diakuinya mengalami penurunan panen hingga 10 persen, akibat serangan hama tikus dan wereng yang merupakan imbas dari musim kemarau basah.

“Estimasi kami kurang maksimal untuk tahun ini, satu hektare lahan diperkirakan bisa menghasilkan 7-9 ton,” tandasnya.

Tradisi lainnya ada pada tradisi sedekah laut di Desa Pecangaan, Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Sempat diundur selama dua bulan lamanya atau sebelum Ramadan lantaran pandemi Covid-19. Bisa terlaksana meski prosesi dilangsungkan secara sederhana dengan pembatasan-pembatasan.

Kepala Desa Pecangaan, Mat Tono mengatakan, prosesi sedekah laut biasanya digelar sebelum masuk bulan Ramadan. Adanya pagebluk membuat agenda budaya ini harus diundur untuk menghindari kemudaratan.

“Hari ini terpaksa baru kami langsungkan. Sebelum Corona, sedekah laut di Pecangaan biasanya dilaksanakan sebelum bulan puasa. Tahun ini terpaksa mundur sampai dua bulan,” ujarnya, Kamis (18/6).

Prosesi pengkhidmatan pun dibuat sedemikian rupa agar sesuai dengan protokol kesehatan. Misalnya peserta hanya diperuntukkan bagi perangkat desa, kapolsek dan danramil saja, dengan menggunakan empat perahu yang sebelumnya bisa terdiri sampai belasan perahu pengiring.

“Ritual larung sesaji kita mulai jam 09.00 WIB. Kepala kambing dan sesajen kita taruh di miniatur perahu. Kemudian diangkut perahu nelayan dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pecangaan menuju ke laut,” jelasnya.

Dalam perjalanan, sesaji yang hendak dilarung diiringi dengan tabuhan rebana, sepanjang perahu mengarungi aliran sungai hingga ke laut. Sementara di sisi lain, Satuan Polisi Perairan dan Udara (Sat Polairud) Polres Pati turut mengawal agar prosesi berjalan tanpa kendala.

“Ritual yang biasanya mengumpulkan kerumunan kita tiadakan. Perbedaannya tahun kemarin kita bebas melakukan kegiatan, seperti menggelar kesenian ketoprak, bahkan pengajian. Tahun ini kita handle tidak ada kegiatan, terpenting tujuannya tercapai,” paparnya.

Dalam pandangan yang sama, Kasat Polairud Polres Pati, Iptu Sutamto membeberkan jika dalam ritual ini pesertanya dibatasi, jumlah armada, termasuk waktu ritual dipangkas sedemikian rupa.

“Pelaksanaan dibuat singkat, tetapi kesiapsiagaan mutlak. Tidak diperbolehkan berbondong, biasanya ramai. Semua terkendali, baik awal keberangkatan hingga kepulangan, semuanya rapi,” ucapnya.

46