Jakarta, Gatra.com - KPK merespon bebasnya terpidana kasus korupsi Wisma Atlet, Muhamad Nazaruddin (MNZ) terkait simpang siurnya informasi apakah terpidana merupakan saksi pelaku suatu tindak pidana yang bersedia membantu atau bekerjasama dengan penegak hukum atau biasa diartikan sebagai Justice Collabolator (JC).
Menurut KPK, pihaknya beberapa kali telah menolak untuk memberikan rekomendasi sebagai persyaratan asimilasi kerja sosial dan pembebasan bersyarat yang diajukan Ditjenpas Kemenkumham.
Plt juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan KPK berharap pihak Ditjen Pemasyarakatan untuk lebih selektif dalam memberikan hak binaan terhadap napi koruptor mengingat dampak dahsyat dari korupsi yang merusak tatanan kehidupan masyarakat.
"Kami sampaikan kembali bahwa KPK tidak pernah menerbitkan surat ketetapan JC (Justice Collabolator) untuk tersangka MNZ," kata Ali melalui keterangan tertulisnya, Rabu (17/6).
Meski KPK membenarkan telah menerbitkan 2 surat keterangan bekerja sama dengan Nazaruddin pada tahun 2014 dan 2017 karena telah bekerja sama terkait pengungkapkan suatu perkara.
"Dengan demikian surat keterangan bekerjasama tersebut menegaskan bahwa pimpinan KPK saat itu tidak pernah menetapkan M. Nazarudin sebagai Justice Collaborator," jelasnya.
KPK pada 9 Juni 2014 dan 21 Juni 2017 menerbitkan surat keterangan bekerja sama untuk M. Nazarudin karena yang bersangkutan sejak proses penyidikan, penuntutan dan di persidangan telah mengungkap perkara korupsi pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sarana Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, perkara pengadaan E-KTP di Kemendagri dan perkara dengan terdakwa Anas Urbaningrum serta atas dasar M. Nazaruddin telah membayar lunas denda ke kas negara.
"Perlu diingat saat itu dua perkara MNZ telah inkracht," tegas Ali.
Justice Collabolator sendiri bisa diberikan saat terdakwa belum menjalani tuntutan dan mendapatkan putusan Pengadilan. Sedangkan Nazaruddin sebelumnya dalam perkara korupsi wisma atlet telah divonis penjara selama 7 tahun sedangkan perkara yang kedua yaitu suap dan TPPU dengan vonis hukuman penjara selama 6 tahun.