Jakarta, Gatra.com - Banyak masyarakat yang masih mempertanyakan apakah virus corona jenis baru yakni SARS CoV-2 atau yang lebih dikenal coronavirus disease 2019 (Covid)-19 itu benar-benar ada, meski Badan Kesehatan Dunia, WHO sudah menyatakan pandemi virus tersebut.
Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penangaan Covid-19, dr. Reisa Broto Asmoro, dalam konferensi pers secara daring dari Graha Badan Nasional Penanggulangan Becana (BNPB), Jakarta, Senin (16/6), mengungkapkan, masyarakat menanyakan soal itu melalui laman maupun media sosial Tim Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19.
Karena itu, dokter cantik yang baru ditunjuk untuk mengedukasi masyarakat demi mencegah penularan atau penyebaran Covid-19 ini, memilih tema soal seluk beluk virus yang sedang menggemparkan duni ini.
"Covid-19 adalah singkatan dari coronavirus disease 2019, atau penyakit menular yang disebakan oleh salah satu virus corona yang disebut SARS CoV-2, yang pertama kali ditemukan bulan Desember 2019," ungkapnya.
Menurut Reisa, virus corona banyak jenisnya. Biasanya, virus ini ditemuka pada binatang. Namun, ada beberapa jenis dari virus tersebut yang bisa menginfeksi manusia, contohnya SARS di awal tahun 2000-an dan MERS CoV di 2012.
"Sejauh ini, kita ketahui ada beberapa jenis virus corona yang dapat menyerang manusia. Tipe virus-virus tersebut, adalah penyebab wabah raya dunia sebelumnya yang saya tadi sebutkan, SARS [Severe Acute Respiratory] dan MERS CoV [Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus]," ungkapnya.
Adapun SARS CoV-2, merupakan pemicu diumumkannya status gawat darurat kesehatan dunia di awal tahun 2020 dan kemudian diumumkan oleh Badan Kesehatan Dunia, WHO sebagai pandemi Covid-19 sejak 11 Maret lalu.
Virus corona yang masuk ke dalam tubuh manusia, dapat menggandakan diri di dalam sel tubuh, terutama di bagian saluran pernapasan bawah, seperti paru-paru. Virus ini juga mengganggu imunitas atau kekebalan tubuh.
"Bagi mereka yang sudah memiliki penyakit penyerta atau penyakit bawaan, seperti penyakit ginjal, diabetes, darah tinggi akibatnya dapat mejadi fatal," ungkap Reisa.
Penyebaran virus ini dari manusia kepada manusia atau antar manusia, terjadi melalui percikan cairan yang berasal dari saluruan pernapasan dan mulut, seperti buliran yang keluar saat batuk atau bersih. Buliran tersebut dinamakan droplet.
"Penularan dapat terjadi melalui kontak droplet tersebut, baik secara kontak langsung dengan orang yang membawa virus, atau melalui perantara permukaan yang dipegang oleh orang tersebut," ungkapnya.
Bahkan, lanjut Reisa, ketika seseorang batuk atau bersin atau berbicara, maka virus tersebut dapat keluar bersamaan dengan percikatan liur atau cairan hidung. Apabila kemudian cairan tersebut tersentuh oleh tangan atau jatuh dipermukaan benda yang ada di sekitar orang tersebut, maka bersar kemungkinannya dapat menjadi sumber penularan bagi orang lain.
"Menjadi sumber penularan bagi orang lain, terutama apabila orang tersebut tidak menjaga kebersihan tangannya, kemudian menyentuh bagian mata, hidung, dan mulut," katanya.
Maka, penggunaan masker yang baik dan benar sangat dianjurkan. Bahkan, penggunannya menjadi wajib pada masa pandemi ini. Tentunya, cuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir atau dengan cairan pencuci tangan yang mengandung alkohol merupakan keniscayaa.
"Yang paling penting jaga jarak. Percikan droplet atau air percikan bisa mencapai 1-2 meter, baik ketika seseorang berbicara, atau saat lawan bicaranya batuk ataupun bersin. Kalau batuk atau bersin, jaraknya bisa lebih jauh lagi, bisa sampai 3-5 meter. Maka sekali lagi, kita harus saling jaga jarak," ujarnya.
Covid-19 yang kali pertama muncul pada Desember 2019, mulai menjangkit di Indonesia pada 2 Maret 2020. "Masuk ke Indonesia dan menjangkiti pasien pertama pada 2 Maret 2020. Alhamdulillah pasien tersebut sembuh dan kini sehat dan dapat produkif kembali," ungkapnya.
Saat ini, hampir 8 juta orang di dunia terjangkit Covid-19. Penyebarannya merata di lebih dari 200 negara dan wilayah kedaulatan di seluruh dunia. Kini, SARS CoV-2 bukan lagi virus impor karena penularannya terjadi secara loakal. Mayoritas terjadi kontak dengan pasien atau dengan orang yang tidak diketahui status kesehatannya.
"Saya perlu sampaikan, virus ini benar-benar ada. Ilmuan-ilmuan kita dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (LBME)telah memetakan whole genome seqencing (WGS) alias merinci identitas virus dari vasien yang ada di Indonesia. Data ini bermanfaat untuk penelitian lanjut demi mengetahui epidemologi virus, pengembangan vaksin, dan juga untuk obat," katanya.
Kepala LBME, Amin Soebandrio, lanjut Reisa, mengatakan, dengan mengetahui virus yang beredar, maka bisa mendesain vaksin yang sesuai dengan virus yang ada di Indonesia. Maka dari itu, penting sekali mengetahui status kesehatan kita, apa positif atau negatif Covid-19.
"Apabila positif, maka penyembuhan dapat dilakukan. Ingat lebih dari 15 ribu saudara-saudari kita sudah sembuh dari Covid-19. Dan jika negatif, kita harus semakin waspada melindungi diri kita dari tularan Covid-19 dari orang lain," katanya.
Di akhir penjelasannya, Reisa mengajak seluruh masyarakat untuk besama-sama bekerja keras memutus mata rantai penyebaran Covid-19 agar pandemi ini segera berakhir.
"Kalau kita percaya, saya yakin usaha kita akan berhasil. Kalau kita semua saling bekerja sama hasilnya akan lebih cepat dan terlihat. Kita pasti bisa kok, percaya Indonesia pasti bisa," ujarnya.