Jakarta, Gatra.com - Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda, memberikan beberapa catatan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), pascadikeluarkannya Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di masa pandemi Covid-19.
Huda mengapresiasi kolaborasi 4 Kementerian, di antarnaya Kemendikbud, Kemenag, Kemenkes, dan Kemendagri dalam menyusun Surat Kesepakatan Bersama (SKB) atas panduan tersebut. Namun ia memberikan beberapa catatan yang menurutnya, ada beberapa poin yang belum diulas dalam panduan tersebut.
Pada catatan pertama, dalam panduan ini belum memuat secara detail menyangkut bagaimana kurikulum beradaptasi terhadap masa pandemi Covid-19. Huda menjelaskan, hal tersebut menjadi keluhan dari stakeholder pendidikan harus didengar. Apalagi, stakeholder belakangan juga banyak memberikan masukan, salah satunya terkait kurikulum melalui Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
“Tiga bulan PJJ berbasis kurikulum padat konten, menjadikan orang tua, anak sekolah, guru mengalami kerumitan. Karena itu, kami mendorong atas nama Komisi X supaya dalam panduan ini dirumuskan ulang terkait dengan perbaikan kurikulum era pandemi Covid yang adaptif terhadap situasi, terutama tentang PJJ,” kata Huda saat telekonferensi daring, Senin (15/6).
Untuk catatan kedua, Huda meminta Kemendikbud memastikan jumlah penerima PIP dan KIP kuliah pada tahun 2020 dan 2021, supaya anak muda Indonesia dapat mengenyam pendidikan secara baik, dapat belajar dari SD-SMA hingga kuliah.
“Saya menyebutnya skema penambahan ini bagian dari social safety net bidang pendidikan. Karena itu, kita akan dorong penambahan kuota bisa terlaksana,” ujar Huda.
Kemudian ketiga, Huda juga ingin Kemendikbud dapat menjawab soal isu relaksasi UKT. Pihaknya meminta supaya terkait dengan relaksasi, peringanan, hingga penurunan UKT bisa betul-betul terlaksana di setiap kampus.
“Karena itu, kami dorong Kemendikbud untuk segera membuat task force khusus untuk secara berkala melakukan supervisi terhadap kampus-kampus yang belum secara maksimal melakukan relaksasi UKT,” kata Huda.
Catatan keempat, pihaknya juga mendorong Kemendikbud agar segera memiliki peta kebutuhan pendidikan di masing-masing daerah. Peta kebutuhan ini menyangkut soal berapa banyak sekolah yang belum punya infrastruktur terkait akses internet. Sementara itu, pelaksanaan PJJ harus tetap dilaksanakan.
Peta kebutuhan yang kedua, menyangkut soal yang belum mampu mengadakan alat kesehatan dalam rangka menerapkan protokol kesehatan di sekolah-sekolah yang masuk pada zona hijau. Dalam konteks ini, dana BOS tidak dimungkinkan untuk dipakai dalam pengadaan alkes dalam protokol kesehatan.
“Catatan kelima, ini menyangkut soal bantuan terhadap sekolah dan kampus yang ketika mengalami pandemi Covid-19 tidak bisa melaksanakan penyelenggaran pendidikan belajar maupun PJJ," ujarnya.
Menurutnya, banyak sekolah dan kampus swasta yang kolaps, karena menghadapi pandemi ini. "Di luar skema bos, kami harap ada kebijakan khusus, termasuk kolaborasi maksimal terhadap pemda-pemda untuk memberikan uluran tangan terhadap sekolah dan kampus swasta yang kolaps,” ungkapnya.
Terakhir, Huda mengatakan bahwa pihaknya mendorong supaya Kemendikbud secara reguler proaktif terus berkoordinasi, konsolidasi, dan kolaborasi dengan pemda melalui dinas pendidikan (disdik) daerah.
“Karena Disdik ini yang punya otoritas dan fungsi terkait penididkan di daerah. Kami merasa seluruh panduan yang tadi udah disampaikan, baru akan terlaksana dengan baik ketika dinas mampu menyelenggarakan secara maksimal berbekal konsolidasi di daerah masing-masing,” ujarnya.