Home Kesehatan Riset Ungkap Kaitan Kesurupan dan Rasa Takut dalam Beragama

Riset Ungkap Kaitan Kesurupan dan Rasa Takut dalam Beragama

Yogyakarta, Gatra.com - Riset doktoral di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada mengungkap penyebab gangguan kesurupan secara ilmiah. Kondisi itu ternyata turut dipengaruhi keyakinan agama yang diajarkan dengan penuh rasa takut.

Temuan itu tertuang dalam disertasi ‘Konstruksi Keyakinan Agama Personal pada Individu yang Pernah Mengalami Gangguan Kesurupan’ karya Siswanto. Riset ini tak lepas dari aktivitas terapi psikologi yang dilakoninya sejak 2004.

“Keyakinan agama indikasikan punya kaitan dengan gangguan kesurupan. Keyakinan agama yang diwarnai rasa takut dan rasa takut yang tak bisa dikontrol (membuat) risiko kesurupannya lebih tinggi,” tutur dosen psikologi di Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, saat dihubungi Gatra.com, Senin (15/6).

Selama lima tahun terakhir, Siswato meneliti lima partisipan melalui metode wawancara dan tes. Tiga partisipan yang berbeda agama pernah mengalami kesurupan, sedangkan dua partisipan lain tidak pernah kesurupan tapi punya keyakinan agama kuat.

Dalam risetnya, Siswanto menjelaskan, selain kekhasan tiap partisipan, didapatkan pola yang sama yakni berkaitan dengan proses konstruksi sampai pemantapan keyakinan agama.

Menurutya, pola-pola itu antara lain kebiasaan/ritual, suasana keluarga, proses transmisi keyakinan agama, perasaan yang menyertai keyakinan agama pada masa kanak-kanak, cara bereaksi, keyakinan agama pada masa remaja sampai dewasa, perasaan masa remaja, dan lingkungan.

Hasil penelitian menunjukkan, para partisipan mengalami gangguan kesurupan ketika muncul perasaan takut yang berkaitan dengan dunia supranatural, seperti roh halus. Contohnya, ajaran dilarang keluar rumah saat petang hari karena kala itu waktu keluarnya setan.

“Kalau cara keyakinan agamanya disertai rasa takut akhirnya keyakinannya jadi tidak sehat. Ini berlaku universal, tidak untuk agama tertentu,” kata dia yang berpengalaman melakukan terapi psikologi di berbagai daerah, dari Banda Aceh hingga Makassar ini.

Kondisi itu tak lepas dari proses konstruksi keyakinan agama personal yang disertai rasa takut dan berkaitan dengan suasana keluarga,relasi dengan ayah, serta pola pengasuhan yang menakut-nakuti.

“Penelitian menunjukkan pentingnya peranan keluarga di masa kanak-kanak dalam proses konstruksi keyakinan agama personal,” ungkap Siswanto yang menjadi doktor di UGM karena riset ini, akhir April 2020 lalu.

Ia menegaskan, hanya konstruksi keyakinan agama personal yang disertai perasaan takut yang berindikasi dengan terjadinya gangguan kesurupan. “Keyakinan agama yang tidak disertai perasaan takut tidak berindikasi dengan gangguan kesurupan,” kata dia.

Adapun kesurupan dipicu oleh kondisi lelah fisik, pertengkaran, atau tekanan diikuti berbagai emosi/perasaan negatif (takut, marah, jengkel, sakit hati, tidak nyaman) yang tidak bisa dikelola dengan baik.

“Ketika individu bisa mengontrol emosinya, gangguan kesurupan tidak terjadi, meskipun awalnya ada rasa takut yang menyertai keyakinan agamanya,” kata dia.

Siswanto memaparkan, pola pengasuhan penuh ancaman seperti menakuti-nakuti anak berkaitan dengan roh halus agar anak menuruti kemauan orang tua tampaknya akan membentuk keyakinan agama personal yang disertasi rasa takut.

Selain itu, keyakinan agama yang disertai rasa takut bisa terjadi dalam suasana keluarga yang diwarnai pertengkaran hingga menimbulkan rasa kurang aman dalam diri anak/rasa terancam.

“Penelitian ini memperlihatkan, pentingnya pengaruh keluarga dalam membentuk keyakinan agama individu sekaligus kesehatan mentalnya di kemudian hari,” simpulnya.

971