Jakarta, Gatra.com - Pakar hukum pidana dari Universitas Trisaksi (Usakti) Jakarta, Abdul Fickar Hadjar, berpendapat, harusnya jaksa penuntut umum menuntut Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis, pelaku penyiraman air keras kepada Novel Baswedan, dengan Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
"Semestinya para terdakwa dituntut juga dengan Pasal 21 UU Pemberantasan Korupsi yakni UU No. 31 Tahun 1999 jo No. 20 Tahun 2001," kata Fickar, Minggu (14/6).
Menurutnya, para terdakwa layak dikenakan pasal UU Pemberantasan Tipikor karena mereka menghalang-halangi penegak hukum pemberantasan korupsi. Adapun ancamannya yakni 12 tahun penjara.
"Jadi seharusnya di samping dakwaan penganiayaan juga tepat didakwa dengan menghalanghalangi penegakan hukum korupsi," tandasnya.
Bukan hanya itu, lanjut Fickar, jika digali lebih jauh soal motif mereka melakukan perbuatannya, sangat mungkin untuk dituntut dengan Pasal 340 KUHP tentang pembuhunan berencana.
"Tapi mungkin meskipun perencanaan sudah terlihat, tetapi pembuktian bahwa penyiraman air keras yang telah direncanakan itu ditujukan pada bagian tubuh manusia yang dapat mengakibatkan kematian. Jadi mungkin JPU tidak menafsirnya ke arah itu, meskipun sangat potensial penyiraman air keras itu ditujukan untuk kematian seseorang," ungkapnya.
Soal polemik ini, Gatra.com sudah berupaya meminta tanggapan kepada Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidu) Kejaksaan Negeri Jakarta Utara (Kejari Jakut) dan Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut Rahmat Kadir Mahulette masing-masing dijatuhi 1 tahun penjara karena dinilai terbukti melanggar dakwaan subsider yakni Pasal 353 Ayat (2) KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Menurut penuntut umum, keduanya tidak terbukti melanggar dakwaan primer karena mereka tidak sengaja menyiram bagian muka Novel menggunakan air keras atau asam sulfat. Mereka dinyatakan terbukti melakukan penganiayaan berat secara terencana.