Pekanbaru, Gatra.com - Pilkada tanpa mahar politik yang digaungkan partai politik (parpol), bakal dibuktikan oleh jalanya waktu dan pola-pola yang menyertainya.
Pengamat politik Universitas Riau,Tito Handoko, mengungkapkan pilkada tanpa mahar lebih tepat disebut tagline ketimbang komitmen partai politik. Pasalnya, hal itu baru dapat dibuktikan ketika seorang bakal calon kepala daerah resmi terdaftar sebagai cakada di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Tagline pilkada tanpa mahar itu bagus untuk citra organisasi yang terlanjur memburuk lantaran kesan transaksional. Tapi apa benar begitu kenyataannya, hanya partai itu yang tau," jelasnya melalui sambungan telepon, Jum'at (12/6).
Menurut Tito jalan atau tidaknya komitmen itu dapat dipantau dengan seksama oleh publik. Caranya dengan mengamati proses penjaringan yang dilakukan masing-masing parpol. Misalnya, jika si A si B dan si C sama-sama mengikuti penjaringan di partai tertentu. Ternyata surat rekomendasi atau surat keputusan pencalonan muncul untuk Si D, yang tidak ikut penjaringan.
"Itu kan bukti-bukti aktivitas transaksional berlangsung ditubuh partai. Oleh sebab itu jika parpol ingin membuktikan pilkada tanpa mahar, parpol harus konsisten dengan mekanisme yang dibuatnya sendiri," sambungnya.
Hanya saja, lanjut Tito, mekanisme penjaringan cakada oleh parpol di daerah juga dipengaruhi oleh keputusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP). Hal ini membuat upaya membumikan politik tanpa mahar harus melewati dua proses penjaringan.
"Inilah yang membuat pilkada tanpa mahar itu rada sulit diwujudkan. Karena bisa saja di level daerah (DPD) upaya itu mulus ditegakkan, tapi belum tentu di level DPP. Malahan transaksional itu lebih rentan di DPP dibandingkan DPD," tukasnya.
Adapun suhu politik di Tanah Air kembali memanas, seiring keputusan pemerintah dan KPU menggelar pilkada pada Desember 2020.