Semarang,Gatra.com - Kuasa hukum Sucipto Hadi Purnomo dari LBH Semarang Herdin Pardjoangan menyanggah tudingan bahwa gugatan yang kliennya layangkan prematur dan salah alamat.
"Bebas aja mereka (rektor unnes) berpendapat apa, tapi yang jelas SK yang diberikan kepada klien saya, dikeluarkan oleh rektor Unnes Fathur Rokhman jadi yang digugat adalah rektor sendiri. Jadi salahnya dimana," jelasnya saat dihubungi Gatra.com, Rabu (10/6).
Menurut Herdin, selama ini kliennya juga diperlakukan seolah-olah tengah menjalani hukuman atas dugaan pelanggaran disiplin. Sebab, dosen Bahasa dan Sastra Jawa ini tidak mendapatkan tunjangan profesi dan remunerasi karena pembebasan tugas sementara yang dijalaninya.
"Padahal dalam konteks PNS yang diduga melakukan pelanggaran dispilin dan dibebaskan sementara dari tugas jabatan struktural pun, yang bersangkutan tetap berhak masuk kerja dan mendapatkan hak-hak kepegawainya," tegasnya.
Baca juga : Kuasa Hukum Rektor Unnes Anggap Gugatan SHP Prematur
Selain itu dalam PP 53 dijelaskan, pembebasan tugas sementara hanya diberlakukan bagi PNS yang menduduki jabatan struktural.
"Sucipto ini hanya dosen biasa. Jadi pembebasan tugas yang klien saya dapatkan tidak tepat karena menyalahi maksud dan tujuan dari PP 53 Tahun 2010," tambahnya.
Untuk itu, ia meminta majelis hakim untuk mengabulkan beberapa hal yang menjadi sumber gugatan dalam kasus ini. Diantaranya ialah memerintahkan rektor Unnes, untuk menunda pelaksanaan dan bahkan mencabut keputusan dalam SK tersebut. Atau majelis Hakim sendirilah yang menyatakan batal atau tidak sahnya surat SK Rektor Unnes tersebut.
"Rektor Unnes juga harus membayar ganti kerugian terhadap tunjangan profesi dan Remunerasi senilai Rp. 4.500.000, terhitung sejak April 2020, hingga perkara ini dinyatakan berkekuatan hukum tetap," tandasnya.