Jakarta, Gatra.com - Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi (Dirjen Diksi) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Wikan Sakarinto, menilai langkah pertama untuk menjadikan Pendidikan vokasi sebagai pendidikan yang diminati banyak masyarakat, adalah dengan mengubah serta memperbaiki kurikulumnya.

Wikan menjelaskan, kurikulum di pendidikan vokasi seperti SMK, harus sesuai dengan industri dan dunia kerja. Sehingga, kurikulum tersebut dinilai harus fleksibel dan menjamin munculnya hardskill dan softskill pada para peserta didik. 

“Termasuk kurikulum harus dengan dasar Project Based Learning, jadi proyek-proyek riil. Peserta didik harus memecahkan project itu dalam berapa bulan. Hasilnya kembali ke industri atau ke masyarakat sebagai project profesional. Itu yang pertama,” kata Wikan saat telekonferensi daring, Rabu (10/6).

Langkah kedua, lanjut Wikan, yakni beberapa program akan coba untuk diinovasikan. Salah satunya adalah program SMK 4 tahun setara D1/D2. Hal tersebut saat ini masih digodok di dapur Ditjen Diksi.

“Jadi, nanti SMK dilakukan selama 4 tahun itu, dia bisa mendapatkan ijazah setara D1 atau D2. Ini yang sedang kita upayakan. Kemudian ada wajib Praktek Kerja Industri. Dari situlah nanti softskill diuji, dan juga sebagai syarat lulus SMK,” kata Wikan.

Selain itu, tak lupa guru SMK dan industri sendiri akan diharapkan bisa mengimprovisasi kompetensi, sehingga ada kecocokan dalam “perkawinan” antara vokasi dan Industri. Jika hal tersebut semuanya dapat terealisasi, maka vokasi mampu menjadi sektor pendidikan yang unggul dan maju.

“Ini semua kalau nanti lulusan SMK kompetensinya naik, kariernya naik, gajinya naik, industri puas,  dan masa depannya baik. Maka rebranding ini yang kita lakukan sejak awal. Tentu kita jelaskan, memilih vokasi harus sesuai pasion. Apalagi kedepan kalau masuk vokasi bisa lanjut ke sarjana terapan, S2 terapan, dan doktor terapan. Ini yang coba kita yakinkan,” katanya.