Jakarta, Gatra.com - Tim penyidik pidana khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa Wakil Ketua Dewan Komisioner (Dekom) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Nurhaida, dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas keuangan dari Danareksa Sekuritas kepada PT Evio Sekuritas tahun 2014-2015.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Hari Setiyono, di Jakarta, Selasa (9/6), menyampaikan, dalam kasus ini, penyidik juga memeriksa 3 orang saksi lainnya, di antaranya Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal I pada OJK, Djustini Septiana.
Kemudian, karyawan PT Surya Fajar, Hevy Yafany; dan Deputi Direktur Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Riil (Kabag Penilaian Perusahan Pabrikan), Herlina Hayati Emmi S. Marpaung.
"Dari 4 orang saksi, 3 orang merupakan pejabat dari pihak Ototritas Jasa Keuangan (OJK) dan 1 orang dari pihak swasta," katanya.
Sementara untuk kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pembiayaan dari Danareksa Sekuritas kepada PT Aditya Tirta Renata, penyidik memeriksa 5 orang saksi, di antaranya Director Divisi Deal Advisory MNAKPMG, Bayu Ardhyanto.
Sedangkan 4 saksi lainnya adalah Legal Officer PT Danareksa Sekuritas, Adi Kurniawan; karyawan pada PT Danareksa Sekuritas (Kepala Divisi Audit dan Komplain periode tahun 1 juli 2018-sekarang,
Ade Kusmayadi; Managing Director PT CIMB Niaga Securitas, Yuga Nugraha; dan Associate Director pada PT CIMB Niaga Sekuritas, Ira Febrasari.
"Semua saksi yang diperiksa untuk digunakan sebagai alat bukti berupa keterangan saksi guna pembuktian perbuatan para tersangka," ujar Hari.
Dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pembiayaan dari Danareksa kepada PT Aditya Tirta Renata (PT ATR) pada tahun 2014-2015, Kejagung menetapkan Direktur Utama (Dirut) PT Danareksa Sekuritas (2010-2015), Marciano Hersondrie Herman; Direktur PT ATR, Zakie Mubarok Yos; serta dua orang dari kalangan swasta, Rennier Abdul Rahman Latief serta Erizal bin Sanidjar Ludin sebagai tersangka.
Sedangkan tersangka untuk kasus pemberian fasilitas pembiayaan PT Danareksa Sekuritas kepada PT Evio Sekuritas, yakni mantan Direktur Retail Capital Market PT Danareksa Sekuritas, Sujadi; mantan Direktur PT Evio Securitas, Teguh Ramadhani; serta Marciano Hersondrie Herman dan Rennier Abdul Rahman Latief.
Adapun modus dalam kasus ini, yakni melalui pembiayaan repo dengan jaminan saham yang tidak terdata dalam LQ45 sehingga melawan hukum karena saham tersebut tidak likuid. Kerugian keuangan negara akibat kasus ini ditaksir lebih dari Rp105 miliar.
Danareksa Sekuritas disebut-sebut memberika fasilitas pembiayaan kepada PT ATR sebesar Rp50 miliar pada 3 Juni 2015. Adapun tenor atau jangka waktunya selama tahun. Jaminannya adalah saham SIAP sejumlah 433 juta lembar.
Harga saham per lembarnya, pada 25 Mei 2015 adalah Rp231. Selain saham, ada pula jaminan tambahan berupa tanah seluas5.555 M2. PT ATR kemudian tidak membayar bunga dan pokoknya.
Sesuai perjanjian, jika PT ATR tidak menunaikan kewajibannya, maka Danareksa Sekurtas dapat melaukan forced sell atau saham SIAP. Namun Danareksa Sekuritas tidak melakukannya sampai disuspensinya saham tersebut pda 6 November 2015.
Pemberian fasilitas pembiayaan dari PT Danareksa Sekuritas kepada PT ATR diduga tidak sesuai ketentuan, yakni tidak mengacu pada Surat Keputusan Komite Pengelola Risiko.
Terkait kasus dugaan korupsi yang diduga melibatkan direksi lama, pihak Danareksa di bawah kepemimpinan baru, menyatakan akan lebih selektif dalam melakukan pembiayaan dan meningkatkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
Direktur Utama (Dirut) PT Danareksa Sekuritas, Friderica Widyasari Dewi, menyampaikan, tersangka kasus ini sudah tidak menjabat sebagai direksi di perusahaan. Ia menegaskan, kasus seperti ini jangan lagi terjadi.
"Orang yang tersangkut di kasus itu sudah eggak ada semua, kita membuka lembaran baru. Saat ini Danareksa sudah berubah kepemilikan," ujarnya saat konferensi pers di Jakarta.
Adapun komposisi kepemilikan saham saat ini, mayoritas dikuasai oleh PT Bank Rakyat Indonesia Tbk setelah mengakuisisi sebesar 67% pada 2018 lalu. Sedangkan PT Danareksa (Persero) hanya mempunyai 33% saham.