India dan Cina memilih meredam konflik sambil menumpuk pasukan dan senjata di perbatasan. Ada dugaan Cina membendung aliran sungai Galwan.
Dua raksasa Asia sepakat untuk menahan diri dan mencegah percikan ketegangan di perbatasan membesar menjadi api sengketa. Kedua raksasa itu, Cina dan India, berhasil mencapai konsensus pada pertemuan petinggi militer akhir pekan lalu.
Hasil pertemuan itu diumumkan Kementrian Luar Negeri Cina Senin (8/6) lalu. Dalam pertemuan di perbatasan Moldo-Chushul di wilayah Cina, delegasi India dipimpin Letjen Harinder Singh, komandan Korps 14 yang berbasis di Leh, kota terbesar di Ladakh. Sementara itu, delegasi Tiongkok dipimpin oleh Mayjen Liu Lin, komandan wilayah militer Xinjiang Selatan.
“Pada sore hari Sabtu tanggal 6 Juni, sebuah pertemuan diadakan antara komandan Tiongkok dan India di wilayah Chusul-Moldo. Kedua belah pihak mengadakan konsultasi, ” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Hua Chunying, pada briefing reguler Senin. "Baru-baru ini melalui saluran diplomatik dan militer, kedua belah pihak telah menjaga komunikasi yang erat tentang situasi di sepanjang perbatasan," ia menambahkan.
Pertemuan itu memang mendinginkan suasana. Namun kedua negara itu terus berpacu menumpuk pasukan dan persenjataan untuk menegaskan klaim teritorial di wilayah sengketa sejak perang Sino-India 1962.
Kawasan yang memanas itu berada di Ladakh, salah satu kawasan paling indah sekaligus paling sulit dijangkau didunia. Ladakh berada di kawasan pegununungan yang membatasi dataran tinggi Tibet dengan negara bagian Jammu Kashmir.
India menuding tentara Cina menyusup masuk di tiga titik di Ladakh. Salah satu titik masuk pasukan Cina adalah lembah Sungai Galwan. Citra satelit Departemen Pertahanan India menunjukkan terjadi intrusi militer Cina dilakukan sekitar 40-50 personel. Pasukan itu bertahan selama dua minggu pertama Mei dan selanjutnya mundur kembali. Tentara Cina juga menyusup masuk ke Pangong Tso dan Hot Springs. Tiga titik di perbatasan itu terpisah ratusan kilometer.
***
Penggemukan postur kekuatan pasukan Tentara Pembebasan Rakyat (People Liberation Army --PLA) Cina sudah berlangsung sejak 2017, usai konlik Doklam. Saat itu itu pasukan PLA dan India bersitegang soal pembangunan jalan di Doklam, dekat daerah perbatasan tiga persimpangan yang dikenal sebagai Donglang atau Donglang Caochang di wilayah Cina. Wilayah ini masih jadi sengketa antara Cina dan Bhutan, sekutu India.
Sejak ribut-ribut Doklam itu, PLA mengirimkan tank Tipe 15, helikopter Z-20, pesawat GJ-2, dan howitzer canggih seperti dilaporkan Global Times, tabloid Cina yang berafiliasi dengan People"s Daily, corong Partai Komunis yang berkuasa.
PLA bahkan mengerahkan jet tempur canggih J-16 ke bandara Ngari Gunsa, Tibet, yang letaknya sekitar 200 kilometer dari Ladakh. "J-16 dikerahkan ke Ngari Gunsa untuk pelatihan reguler, tetapi jet temput J-11 dan lainnya, mereka tetap di sana karena ketegangan perbatasan," kata sumber militer yang dikutip SCMP. "Angkatan Udara India telah mengerahkan lebih banyak pesawat ke perbatasan, sehingga PLA perlu mengerahkan J-16, yang lebih canggih daripada jet tempur Su-30MKI India," ia menambahkan.
Sementara itu, tentara India juga memindahkan beberapa batalyon divisi infantri yang biasanya bermarkas di Leh, kota perbatasan Ladakh, ke "daerah siaga operasional" di sepanjang perbatasan. India juga sudah menyiapkan pasukan pendukung.
Liang Guoliang, pengamat militer di Hong Kong, yang dikutip laman SCMP, mengatakan Beijing mengerahkan setidaknya sembilan brigade senjata gabungan --dengan spesialisasi termasuk infanteri gunung, artileri, pertahanan udara, penerbangan, kimia dan nuklir, dan perang elektronik--ke Wilayah Militer Tibet.
Lembaga penyiaran pemerintah Cina, CCTV, baru-baru ini juga melaporkan bahwa unit pengintai PLA dalam beberapa hari terakhir beroperasi di Pegunungan Tanggula pada ketinggian 4.700 meter menggunakan perangkat penglihatan malam pada kendaraan mereka untuk menghindari pengawasan drone. Dilaporkan juga Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) Cina bahkan mengadakan latihan militer dikawasan dengan tujuan menguji kesiapan personel dan alusista untuk pertempuran pegunungan tinggi itu.
"Cina terus mengerahkan senjata baru, termasuk pesawat terbang dan helikopter Z-20, J-10C, dan J-11 ke ketinggian hingga 5.000 meter di atas permukaan laut di dataran tinggi Tibet untuk pelatihan dan pengujian," kata pengamat militer Beijing Zhou Chenming .
"Tapi itu hanya peringatan untuk menunjukkan kemampuan PLA. Tidak benar-benar bertujuan untuk berperang dengan pasukan India. Karena Beijing menyadari bahwa India bukan musuh nyata Cina, meskipun upaya Amerika Serikat untuk membawa India ke dalam strategi Indo-Pasifik untuk melawan Cina yang sedang bangkit."ujarnya.
Zhou mengatakan, PLA mempertahankan jumlah pasukannya di angka 70.000 orang di perbatasan sepanjang 3.488 kilometer antara Cina dan India, sementara pasukan India berjumlah hingga 400.000.
Menurut Rajeswari Rajagopalan, seorang analis pertahanan dari lembaga think tank Observer Research Foundation di New Delhi, India memiliki kurang dari 225.000 tentara di sepanjang perbatasan.
"Menurut perkiraan terbaru dari para ahli di MIT [Massachusetts Institute of Technology], Cina memiliki 230.000 hingga 250.000 pasukan di Western Theatre Command," katanya, merujuk pada komando gabungan PLA yang mencakup Tibet dan Xinjiang.
Menurut Rajagopalan, banyak dari pasukan India itu tidak untuk menghadapi Cina, tapi untuk tujuan kontra-pemberontakan.
***
Meskipun media Cina mengirim pesan ingin mendinginkan suasana, kecurigaan India tidak berkurang. Bagi India, situasi yang berkembang semakin serius karena ada dugaan Cina membendung aliran sungai Galwan. Tindakan ini akan memberi dampak serius pada pertanian dan kebutuhan air India.
Sungai Galwan mengalir dari wilayah Aksai Chin (wilayah sengketa yang dikontrol Cina) ke Ladakh di India. Aliran ini bergabung denga sungai Shyok yang menjadi salah satu hulu sungai Indus yang mengalir ke Pakistan dan bermuara di Laut Arab.
Kecurigaan India muncul dari analisa citra satelit mereka. Gambar-gambar yang diperolah pada minggu kedua dan ketiga Mei menunjukkan aliran sungai Galwan penuh. Namun pada minggu ke-empat aliran sudah mengering. Bagi India, ini artinya Cina sudah mengalihkan atau membendung aliran sungai.
Menurut analis Abhijit Iyer-Mitra di laman theprint membendung atau mengalihkan aliran sungai Galwan akan memberi dampak serius dalam hukum internasional dan hak negara yang dialiri sungai itu. Aksi ini juga menunjukkan Cina telah melanggar janjinya sendiri untuk menjamin kelangsungan aliran sungai itu. Menurut Abhijit, tindakan itu sekaligus menunjukkan ada niatan Cina untuk menggunakan aliran sungai itu sebagai alat geopolitik.
Sementara itu, Rajeev Ranjan Chaturvedy, seorang pengamat pertahanan yang berbasis di Delhi mengatakan gesekan antara kedua negara berasal dari kecurigaan India tentang peningkatan investasi infrastruktur China di dekat perbatasan yang disengketakan.
“Infrastruktur Tiongkok lebih besar dan lebih baik. Seiring Cina berkembang dan terus meningkatkan akses strategisnya, mereka ingin orang lain tidak melakukannya,” katanya.
Rosyid