Home Ekonomi Sektor Properti Dihantam Pandemi, Seberapa Kuat Bertahan?

Sektor Properti Dihantam Pandemi, Seberapa Kuat Bertahan?

Jakarta, Gatra.com – Wabah virus corona telah memukul banyak sektor dan sendi perekonomian. Salah satu sektor yang cukup terdampak pandemi corona yakni sektor properti. Kebijakan pemerintah sebelumnya yang menerapkan pembatasan aktivitas sosial masyarakat mengakibatkan sejumlah perkantoran, restoran, hotel, pusat perbelanjaan, pabrik serta konstruksi berhenti beroperasi.

Kondisi tersebut mengakibatkan pertumbuhan proyek konstruksi dan properti mengalami kemandekan. Wakil Ketua Riset dan Hubungan Luar Negeri DPD-REI DKI Jakarta, Chandra Rambey mengatakan industri properti jelas mengalami “kegoncangan” dengan adanya pandemi Covid-19. Keberadaan new normal menurutnya akan membuka peluang menggeliatnya sektor properti yang sebelumnya mengalami kelesuan.

“Dampak ke sektor properti atau industri real estate misalnya masih perlu diamati beberapa waktu ke depan karena krisisnya belum berakhir atau belum ada tanda-tanda berakhir. Namun demikian sejatinya para pelaku maupun pengamat meyakini sektor properti akan terdampak diawal oleh pandemi Covid-19 karena produk properti seperti residensial misalnya sangat terpengaruh dengan kondisi psikologis masyarakat membelanjakan atau menginvestasikan uangnya di tengah ketidak pastian kapan berakhirnya pandemi Covid-19 ini,” ujar Chandra dalam keterangannya kepada Gatra.com belum lama ini.

Di sisi lain, industri properti Indonesia dari tahun 2018 sudah tertekan karena daya beli masyarakat yang terus mengalami penurunan. Indikatornya terlihat dengan tingkat penjualan properti yang cenderung flat sampai akhir tahun 2019. Di sisi lain kenaikan harga juga tidak bisa tumbuh sesuai ekspektasi pengembang karena permintaan yang relatif masih rendah.

“Dampak pandemi Covid-19 diperkirakan akan menjadi pukulan yang sangat berat terhadap industri properti untuk semua sektor. Sektor hunian misalnya konsumen akan cenderung untuk menahan pembelian, sektor komersial akan mengalami penurunan occupancy karena masyarakat akan lebih cenderung mempertahankan saving sebagai safety net untuk antisipasi ketidakmenentuan kapan berakhirnya pandemi ini,” ujarnya.

Direktur Utama PT Provalindo Nusa itu mengatakan kondisi makro ekonomi akan memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap permintaan terhadap produk properti, baik hunian maupun komersial. Dirinya berpandangan bilamana pertumbuhan ekonomi Indonesia sesuai prediksi Bank Dunia yang tumbuh pada kisaran 2,5%, hampir dipastikan industri tidak akan mengalami pertumbuhan di tahun 2020 atau bahkan 2021.

Chandra mengatakan dampak pandemi sudah mulai terasa pada tingkat penjualan produk hunian maupun komersial. Dari studi yang dilakukan REI terungkap bahwa pada 2018 hingga 2019 telah terjadi penurunan tingkat penjualan properti di kisaran 10-20%. Misalnya, produk apartment dijual tahun 2018 untuk kelas menengah dengan range harga Rp 15.000.000 per m2 – Rp 30.000.000 per m2 tingkat penjualannya masih berada pada kisaran 15 -30 unit. Namun pada 2019 terjadi koreksi tingkat penjualanyang cukup dalam sebesar 20%.

Ia menerangkan properti komersial seperti hotel menjadi salah satu yang paling terdampak dalam krisis Covid-19. Pandemi telah membuat hotel mati suri lebih dulu dibandingkan perkantoran dan pusat perbelanjaan misalnya. Hal itu menurut Chandra disebabkan pendapatan atau income hotel diperoleh secara harian sedangkan pusat perbelanjaan dan perkantoran pendapatannya bersumber dari sewa jangka panjang atau menengah.

“Sektor hunian lainnya atau rumah tapak akan mengalami hal yang sama dimana akan terjadi perlambatan tingkat penjualan yang disebabkan oleh ketidakpastian kapan berakhirnya pandemi Covid-19 dan dampaknya terhadap ekonomi secara keseluruhan. Hal ini sebenarnya wajar dimana masyarakat akan lebih memprioritaskan ketahanan keuangan dalam menghadapi krisis dari pada melakukan pembelanjaan yang tidak prioritas,” katanya.

Di kesempatan berbeda, CEO Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda menyebutkan kebijakan pemerintah untuk new normal dapat membuka kemandekan dari pertumbuhan sektor properti. “Dalam kondisi saat ini, semua pelaku bisnis properti dihadapkan pada sebuah tantangan untuk dapat beradaptasi mengikuti dunia yang berubah sangat cepat. Kita dipaksa untuk lebih cepat lagi menyesuaikan diri. Perubahan yang terjadi membuat sebuah kondisi normal yang tidak normal lagi atau yang biasa disebut the new normal,” ujarnya.

Ali mengatakan bahwa kondisi saat ini membuat dunia bisnis akan membentuk sebuah tatanan keseimbangan pasar baru yang lebih baik. “Kita semua pastinya tidak akan tahu sampai sebatas apa kondisi new normal yang akan terjadi, karena setiap hari mungkin dapat berarti the new normal lainnya,” tandasnya.

1949