Jakarta, Gatra.com - Pemerintah kembali melakukan pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dari yang semula sebesar Rp852,9 triliun atau 5,07 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) menjadi Rp1.039 triliun atau 6,34 persen dari PDB.
Angka defisit ini merupakan revisi ketiga yang telah dilakukan pemerintah selama masa pandemi Covid-19. Sebab, pada awalnya defisit APBN diperkirakan hanya akan melebar sampai ke level 5,07 persen saja.
Namun kemudian, pemerintah melakukan revisi untuk kedua kalinya, menjadi 6,27 persen, hingga akhirnya pemerintah kembali melakukan revisi defisit menjadi 6,34 persen.
"Perpres 54 tahun 2020 akan direvisi dengan defisit yang meningkat dari Rp852,9 triliun atau 5,07 persen dari GDP meningkat menjadi Rp1.039,2 triliun. Atau menjadi 6,34 persen dari GDP,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam keterangan press usai Rapat Terbatas, Rabu (3/6).
Bendahara negara itu menjelaskan, pelebaran defisit terjadi karena penerimaan negara kembali terkontraksi. Di sisi lain, belanja negara justru mengalami kenaikan signifikan.
Di sisi penerimaan negara, terdapat penurunan dari sebelumnya Rp1.760,9 triliun menjadi Rp1.699,1 triliun. Hal tersebut disebabkan oleh penerimaan perpajakan yang mengalami penurunan, dari sebelumnya Rp1.462,6 triliun menjadi Rp1.404,5 triliun.
"Belanja negara satu sisi untuk menampung berbagai program penanganan Covid-19 akan meningkat dari Rp2.613,8 triliun akan direvisi menjadi Rp2.738,4 triliun," katanya.
Karenanya, untuk melakukan penyesuaian penetapan defisit baru tersebut, pemerintah bakal merevisi pula Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020.
"Revisi Perpres 54 ini dilakukan melalui proses konsultasi, baik di lingkungan pemerintah sendiri melalui rapat kabinet, menko perekononian, menko marivest, dan berbagai lembaga seperti BI, OJK, dan LPS yang terlibat di dalam pembahasan desain tersebut," ujar dia.
"Dan juga melalui konsultasi dengan Dewan. Meskipun DPR sedang dalam masa reses, namun kami mendapatkan izin untuk berkonsultasi melalui pimpinan DPR dengan Banggar dan Komisi XI," ujar Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.