RUU Lagu Kebangsaan Cina yang ditolak di Hong Kong menimbulkan aksi demonstrasi besar. Pemberlakuan UU Keamanan Nasional kian memanaskan suasana.
Belum hilang dari ingatan kita soal demonstrasi besar-besaran dan berkepanjangan di Hong Kong tahun lalu akibat menentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekstradisi, kini pulau tersebut kembali bergejolak. Masalah terbaru, yaitu RUU Lagu Kebangsaan yang dicanangkan oleh Beijing. RUU ini mengancam penjara bagi yang tidak menghormati lagu kebangsaan Cina, sehingga makin memicu ketakutan akan ancaman terhadap kebebasan berbicara dan berekspresi di HK.
Pada Rabu, 27 Mei 2020, para demonstran berniat menduduki kantor-kantor pemerintahan di HK, tetapi kehadiran polisi memaksa mereka untuk membatalkan rencana itu. Mereka mencoba pula memblokir lalu lintas di distrik keuangan pada jam makan siang, tetapi polisi menghujani mereka dengan peluru karet. Demonstran lantas berkumpul di beberapa mal sembari meneriakkan yel-yel. Namun belakangan dikepung polisi dan digiring masuk ke bus-bus.
Secara keseluruhan, kepolisian HK menahan lebih dari 360 orang. Termasuk di antaranya para pelajar dan yang baru berusia awal 20-an tahun. Kebanyakan dikenai tuduhan perkumpulan tak berizin, dilansir The New York Times.
Protes ini dijadwalkan bertepatan dengan momen anggota parlemen kota yang dijadwalkan untuk berdebat atas UU terbaru dengan ancaman denda sekitar US$6.500 dan tiga tahun penjara bagi siapa pun yang ditemukan menyalahgunakan atau menghina lagu kebangsaan Cina. RUU ini mewajibkan bahwa lagu kebangsaan Cina harus diajarkan di sekolah-sekolah. Selain itu, organisasi-organisasi harus memutar lagunya dan menyanyikannya, dilansir Reuters.
Protes anti-pemerintah telah mengguncang kota semiotonom Cina ini selama berbulan-bulan, tetapi kemarahan tetap memenuhi atmosfer. Protes marak lagi setelah Beijing mengumumkan pada pekan lalu, bahwa pihaknya akan memberlakukan UU Keamanan Nasional. Aturan baru ini dikhawatirkan oleh pihak pro demokrasi HK, akan menyasar perbedaan pendapat.
"Saya pikir, mungkin ini adalah kesempatan terakhir kami untuk melawan," kata Sheldon Liu, seorang mahasiswa berusia 20 tahun yang bergabung dengan pengunjuk rasa di luar sebuah mal di area Causeway Bay. "Tentu saja saya berharap undang-undang ini tidak akan berlalu, tetapi saya rasa [penerapannya] tak mungkin dihentikan."
Pada Kamis, 28 Mei 2020, Badan Legislatif Cina bersiap menyetujui rencana pemberlakuan UU baru tentang Hong Kong yang dapat digunakan untuk menekan aksi subversi, pemisahan diri, terorisme, dan tindakan apa pun, yang tampaknya oleh pihak berwenang di Beijing dianggap sebagai ancaman terhadap keamanan nasional.
***
Protes pada hari Rabu, merupakan aksi susulan dari hari Minggu, 24 Mei 2020, yang terdiri dari ribuan orang turun ke jalan. Mengabaikan perintah pembatasan sosial (social distancing) sesuai protokol COVID-19, aksi ribuan orang itu tercatat sebagai demonstrasi terbesar di HK selama beberapa bulan terakhir. Petugas polisi menembakkan gas air mata, peluru karet, dan meriam air.
Pada Rabu itu pula, pendekatan kepolisian lebih tegas. Mereka mendirikan pagar sementara dan penghalang air yang tinggi untuk memperluas perimeter keamanan di sekitar kompleks pemerintahan dan legislatif Hong Kong. Petugas polisi anti-huru-hara ditempatkan di seluruh wilayah, sambil memeriksa dokumen identifikasi, dan menghentikan serta mencari orang yang mereka anggap sebagai pengunjuk rasa potensial.
Rosa Ning, seorang pensiunan berusia 65 tahun, berhasil mencapai jembatan sejauh beberapa blok jauhnya dari kompleks legislatif sebelum ia diblokir oleh polisi. Ia sedih melihat betapa meresapnya lagu kebangsaan Cina di kota itu. Berdasarkan pengamatannya, dalam beberapa tahun terakhir, lagu ini mulai dimainkan pada awal pertunjukan opera Kanton yang kerap ia hadiri. Para audiens diminta untuk bangkit dari kursi mereka, katanya.
"Saya berdiri melawan keinginan saya, tetapi di hati saya, saya menyanyikan "Glory to Hong Kong"," ucap Ning, merujuk pada lagu protes yang populer diteriakkan demonstran.
RUU Lagu Kebangsaan dan UU Keamanan Nasional membuatnya prihatin dengan pemuda Hong Kong. "Masa depan akan sulit jika Anda hanya ingin keluar dan mengekspresikan pandangan Anda. Apakah Anda dikirim ke penjara di Hong Kong atau Cina, kami tidak akan tahu," ujar Ning.
Di distrik komersial Mong Kok, para pemrotes memenuhi jalan utama untuk pawai spontan lainnya. Namun para petugas yang mengenakan perlengkapan anti-kerusuhan, menghentikan puluhan orang, termasuk anak-anak sekolah berseragam. Polisi mengatakan, mereka menangkap lebih dari 60 orang di sana setelah pengunjuk rasa "bergegas ke jalan" dan menaruh sampah di jalur untuk menghalangi lalu lintas. Nyanyian demonstran tetap bertahan di distrik itu sampai malam tiba dan beberapa membakar traffic cone.
Dengan ditahannya sejumlah demonstran, para anggota parlemen mulai memperdebatkan RUU Lagu Kebangsaan pada Rabu sore. Bagi banyak orang, RUU tersebut menjadi perhatian utama mereka, karena ini berarti makin menyusutnya ruang bagi perbedaan pendapat.
***
Selama beberapa tahun terakhir, beberapa orang yang hadir di pertandingan olahraga di HK mengambil sikap berdiri berbalik, mencemooh, bahkan mengangkat jari tengah mereka ketika lagu kebangsaan Cina dimainkan di acara-acara olahraga. Lewat RUU ini, hukum akan mengkriminalisasi perilaku semacam itu.
Tekanan Cina di Hong Kong memancing kritik dari sejumlah pihak. Di Washington, D.C., Menteri Luar Negeri Mike Pompeo mengatakan bahwa ia tidak lagi memandang Hong Kong sebagai kota semiotonom. Dengan kata lain, ini membuka kemungkinan pendahulu untuk penghentian status perdagangan khusus HK dengan AS. Presiden Tsai Ing-wen dari Taiwan mengatakan, ia mengarahkan pemerintahannya untuk mengembangkan rencana membantu orang-orang yang melarikan diri dari Hong Kong.
Pemerintah Hong Kong telah berupaya untuk membela hukum keamanan ini. Menteri Keamanan HK, John Lee, mengatakan bahwa kekerasan selama protes baru-baru ini, menunjukkan perlunya undang-undang dan menyuarakan dukungan terhadap polisi.
"Tidak perlu bagi kita untuk khawatir," ujar Kepala Eksekutif HK, Carrie Lam. "Dalam 23 tahun terakhir, setiap kali orang khawatir tentang kebebasan berbicara Hong Kong dan kebebasan berekspresi dan protes, berulang kali, Hong Kong telah membuktikan bahwa kami menjunjung tinggi dan melestarikan nilai-nilai itu."
Anggota parlemen dijadwalkan untuk memberikan suara terkait RUU Lagu Kebangsaan pada pekan ini. Mengingat partai-partai pro-pemerintah mayoritas di legislatif, RUU itu diperkirakan akan disahkan.
Flora Libra Yanti