Yogyakarta, Gatra.com - Pagebluk Covid-19 berpengaruh bukan hanya pada aspek fisik manusia, melainkan juga kondisi psikologinya. Ilmu psikologi berbasis budaya Indonesia, khususnya Jawa, sebenarnya telah mengajarkan upaya menghadapi situasi pandemi. Seperti apa?
Pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Yogyakarta, Ryan Sugiarto menjelaskan pandemi Covid-19 menyebabkan hampir seluruh manusia dijangkiti rasa cemas, khawatir, dan penyesalan atas perilaku dan keadaan di sekitarnya.
“Kondisi psikologis semacam ini wajar, tetapi agar kita tidak dibebani rasa cemas, khawatir, juga penyesalan ketika bertemu orang yang mungkin terindikasi Covid-19, sebagai manusia kita harus mengetahui diri kita,” ujar peneliti psikologi kawruh jiwa ini, kepada Gatra.com, Senin (1/6).
Kawruh jiwa adalah ajaran psikologi yang dicetuskan oleh Ki Ageng Suryomentaram, seorang pemikir dari Yogyakarta. Menghadapi pagebluk, menurut Ryan, kawruh jiwa mengajarkan kita agar sampai pada kondisi tatag atau tabah.
“Dengan cara apa? Dengan cara mengetahui bahwa rasa kita itu bergerak antara getun dan sumelang. Getun adalah rasa takut terhadap peristiwa yang sudah terjadi, sumelang rasa takut terhadap peristiwa yang belum terjadi. Kedua hal itulah yang menyebabkan kita selalu merasa dalam keadaan celaka dan susah,” tuturnya.
Ryan menjelaskan, untuk sampai pada kondisi tatag, manusia perlu meneliti rasa dirinya sendiri. Menurutnya, Ki Suryomentaram mengajarkan manusia agar mawas diri untuk menjernihkan pikiran saat memberi persepsi atas suatu peristiwa atau situasi.
“Jika itu bisa dilakukan, maka kita bisa sampai pada tahap mindfullnes yang mengarahkan kita pada beberapa kondisi,” kata Ryan yang medio Mei lalu menerima Sarlito Wirawan Sarwono Awards 2020, ajang penghargaan untuk ilmuwan muda psikologi, atas riset soal kawruh jiwa.
Pertama, papar Ryan, manusia akan sensitif terhadap lingkungan sehingga memahami betul situasi. Kedua, lebih terbuka pada informasi-informasi baru. Ketiga, muncul kreasi untuk kategori baru selama menyusun persepsi. Terakhir, mempertajam kesadaran terhadap berbagai perspektif dalam pemecahan masalah.
“Dengan kata lain, mawas diri merupakan kemampuan kognitif dalam berpikir analisis dan reflektif. Dengan begitu, apapun keadaanya, kita bisa membawa diri, mampu menghayati apa yang terjadi hari ini dan menerima keadaan diri, sehingga sampai pada kondisi yang lebih stabil dan bahagia,” ujarnya.
Apalagi, menurut Ryan, kawruh jiwa mengajarkan bahwa bahagia tak tergantung pada waktu, tempat, dan keadaan, termasuk kala pagebluk Covid-19. “Dengan metode itu, manusia bisa menemukan ketenangan. Sebab rasa cemas atau khawatir, juga penyesalan terhadap keadaan, akan luruh,” kata penulis buku ‘Psikologi Raos: Saintifikasi Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram’ ini.